Toraja International Festival 2021 Bukti Bangkitnya Pariwisata di tengah Pandemi
Meski sempat tertunda hingga empat kali karena tingginya kasus COVID-19, yang ditandai adanya kebijakan Pembatasan Pergerakan Kegiatan Masyarakat (PPKM), namun tidak menyurutkan semangat para penggagas dan Pemerintah Kabupaten Toraja Utara untuk tetap melaksanakan even tahunan tersebut.
Bukan itu saja, pergelaran TIF kali ke-9 ini berbeda dari biasanya. Ajang kebanggaan masyarakat Sulsel ini harus digelar secara hybrid, yakni daring dan luring, meskipun demikian tidak mengurangi kualitas konsep maupun acara TIF 2021.
Direktur Event Daerah pada Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Wisata Kemenparekraft Reza Pahlevi mengatakan Toraja Internasional Festival telah menjadi sebuah ajang tahunan di Kabupaten Toraja Utara (Torut) atas gagasan pemkab setempat.
"Tentu ini menjadi upaya-upaya kita dalam membantu pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak saat ini, sekaligus bukti pariwisata mulai bangkit," katanya.
Sejak penyelenggaraan di tahun ke-3, yaitu tahun 2015, TIF telah berhasil meningkatkan kunjungan pariwisata di Kabupaten Torut sebanyak 300 persen.
Para pelancong dari mancanegara dan nusantara umumnya menjadwalkan kunjungan mereka ke Toraja berkenaan dengan waktu pelaksanaan TIF yang setiap tahunnya jatuh pada pertengahan bulan Juli.
"Yang terpenting di tengah pandemi ini harus ada inovasi dengan melakukan adaptasi kebiasaan baru. Harapannya protokol kesehatan jadi kunci utama.Dengan penonton yang lebih terbatas, karena protokol kesehatan disiplin dan ketat," katanya.
Oleh sebab itu, sejak beberapa tahun yang lalu, TIF diangkat oleh Kemenparekraf menjadi salah satu Festival Nasional Tahunan di seluruh nusantara yang sekarang bernama Kharisma Event Nasional.
Dengan meningkatnya kunjungan para wisatawan mancanegara maupun nusantara ke Kabupaten Torut, kehidupan ekonomi masyarakat di wilayah ini pun turut meningkat.
Sebagai contoh, pada waktu TIF diselenggarakan di Tongkonan Kete Kesu, setiap hari warung kopi dan makanan sederhana yang berada di lingkungan Kete Kesu setiap harinya mendapat omzet sebesar Rp7-10 juta. Demikian pula halnya dengan pemilik kios cendera mata dan pengelola lapangan parkir di sekitar Kete Kesu.
Pengunjung TIF sebelum masa pandemi di Kete Kesu pun mencapai 3,000-5,000 orang per hari. Saat ini, Kete Kesu sudah merupakan destinasi wajib yang selalu dikunjungi oleh para pelancong dalam dan luar negeri. Lokasi TIF sejak tahun 2013-2019 ini bahkan mendapatkan penghargaan sebagai
Objek Wisata Terbaik di Toraja.
Pada prinsipnya, ujar Reza, Kemenparekraf mendukung ajang-ajang yang dilaksanakan secara kolaborasi. Maka dari itu penting baginya memromosikan pariwisata daerah sebagai media untuk pemberdayaan pelaku seni, komunitas ekonomi kreatif yang ada di daerah termasuk berdampak positif bagi para pelaku seni.
"Apalagi ini konsepnya adalah mengangkat nilai-nilai lokal, jadi harus kita dukung semua sebagai even kebanggaan Toraja Utara. Semoga semakin hari semakin baik penyelenggaraannya," katanya.
Konsep tradisional
TIF ke-9 membuat seluruh undangan yang hadir terkesima karena menyuguhkan kesenian tradisional Toraja dan Sulawesi Selatan.
Pelaksana dan penggagas TIF 2021 Franki Raden mengatakan tahun 2021 ini TIF ke-9 juga akan memberikan fokus kepada penampilan kesenian tradisional Toraja dan Sulawesi Selatan.
"Hal istimewa dari penampilan ini adalah grup-grup kesenian yang kami pilih untuk tampil adalah grup-grup kesenian yang secara turun-temurun masih menjaga kelestarian dan keaslian mereka dalam menampilkan musik dan tarian khas Toraja dan Sulawesi Selatan," katanya.
Pertunjukan TIF 2021 murni mengangkat kesenian tradisional lantaran tidak sedikit dari kesenian tersebut yang telah hampir punah.
"Kali ini kita fokus pada kesenian tradisional karena sudah hampir punah, jadi kita juga memberi kesempatan kaum muda untuk kembangkan akar budaya," katanya.
Salah satu contoh, misalnya grup musik paduan suara laki-laki dan wanita tradisional Toraja yang bernama Ma’nimbong dan Ma’dandan. Kedua jenis kesenian ini berasal dari Desa Lokolemo yang terletak jauh di atas wilayah Pegunungan Pangala, daerah di mana pahlawan Toraja yang terkenal, Pongtiku berasal.
Ma’nimbong dan Ma’dandan adalah sebuah musik tutur vokal yang mungkin sudah berusia ribuan tahun dan merupakan prototip musik vokal di dunia jika ditinjau dari konsep estetika dan struktur komposisi musik tersebut.
Musik vokal yang pada prinsipnya menggunakan melodi satu nada berbentuk drone ini usianya dapat dibandingkan dengan lukisan purba yang ada di goa Leang-Leang, Maros, Sulawesi Selatan. Demikian pula hal dengan bentuk kesenian bernama Pepe Pepe Baine dari wilayah Gowa.
Bentuk kesenian teatrikal yang bernuansa magis ini juga menunjukkan betapa purba dan uniknya Pepe Pepe Baine. Pada akhirnya semua bentuk kesenian yang akan kami tampilkan secara khusus di atas panggung TIF ke 9 ini menunjukkan tuanya peradaban masyarakat di bumi Nusantara.
Untuk bisa menjadi saksi dari indahnya peradaban manusia Indonesia yang sangat unik dan menarik ini, Franki Raden mengajak masyarakat menonton perhelatan TIF pada 5 September pukul 19:00 (off air) di Rante Buntu Penpom, Toraja Utara atau pada 12 September pukul 20:00 WIB melalui kanal Youtube : Lokaswara Project.
Antusias warga
Pelaksanaan TIF 2021 tidak lepas dari antusias masyarakat Torut yang sangat mengapresiasi pergelaran dari tahun ke tahun, apalagi bagi mereka yang ikut langsung ambil bagian pada pelaksanaan ajang tersebut.
Sarlota Yohanis Gau, adalah perempuan berumur 77 tahun yang tampil menyuguhkan tarian khas Toraja yakni Tari Ondo Samalele menjelaskan tarian ini kerap dipertunjukkan pada acara peresmian rumah adat Toraja.
Ditemui di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Sarlota mengaku dirinya tidak hanya antusias menjadi pengisi acara pada perhelatan akbar tersebut, namun merasa haru masih bisa mengambil bagian dalam acara besar di usia senjanya.
"Saya semangat sekali, karena bangga, kita punya adat diliat banyak orang dan bisa memperlihatkan langsung ke dunia," katanya.
Tarian Onde Samalele ini akan dipertontonkan langsung oleh warga Toraja yang separuh dari penarinya tergolong kelompok lansia. Penari bersama pengiring (pemukul gendang) berjumlah 19 orang.
Sarlota berkisah dirinya telah mempelajari tarian turun temurun tersebut sejak duduk di bangku SMP yang turut diajarkan kepada anak dan cucunya guna pelestarian budaya tetap berlangsung.
Maka dari itu, kehadiran TIF 2021 yang menyuguhkan kesenian tradisional khususnya tari-tarian khas Toraja ditanggapi sebagai kesyukuran dan kebanggaan yang luar biasa bagi masyarakat, khususnya para pengisi acara.
Meski digelar sangat terbatas, karena merebaknya pandemi COVID-19, hal tersebut tidak mengurangi antusiasme masyarakat Sulsel ikut menyaksikan kegiatan tersebut, salah satunya ialah Juita, perempuan yg berdomisili di Makassar dan Jakarta
"TIF luar biasa menurut aku dan harus dipertahankan. Aku yang baru pertama kali ke Toraja dan menyaksikan langsung event ini benar-benar buat aku takjub akan budaya dan kesenian yang dimiliki oleh daerah Toraja Utara," katanya.
Bagi Julita, ajang seperti ini harus terus dipertahankan agar dunia bisa lebih mengenal pesona alam, budaya dan kesenian Toraja Utara. Meski diadakan di tengah pandemi, lanjutnya tetapi semua menjalankan protokol kesehatan.
"Aku sangat bersyukur dan bahagia bisa mendapatkan kesempatan yang luar biasa menyaksikan langsung pergelaran TIF 2021," katanya.
Post a Comment