Kedai Tuak Menjamur di Lampung Timur, Amankah Tuak Bagi kesehatan?
Ilustrasi
Jabung Online – Dampak dari kenaikan harga Minuman Keras (Miras) berbagai jenis hingga mencapai 100 persen lebih, membuat pecandu miras kini beralih ke minuman tradisional tuak, yang dibuat oleh kalangan masyarakat biasa.
Beberapa tahun terakhir, pembuat minuman tuak marak tersebar di pelosok Kabupaten Lampung Timur. Bahkan usaha ini berkembang menjadi usaha rumahan yang menjanjikan.
Waktu menunjukan pukul 11 malam, sejumlah pengunjung kedai tuak masih asik bercengkrama sesama rekan, obrolan-obrolan ringan membuat suasana malam tampak hidup.
Dentingan lagu yang bersumber dari HP android salah satu pengunjung menghipnotis hingga sejumlah penggemar tuak menggerak-gerakan kepala, tatapan mata sayup terlihat, seakan tak mampu membelalak karena dampak minuman tuak.
Di salah satu meja pengunjung, terdapat lima pemuda dewasa dengan hidangan “ceret” tuak ukuran satu liter, dan diselingi setumpuk daging anjing di atas piring kecil yang sudah menjadi ukuran porsinya.
“Ayo dikeliling tuaknya, ayo disambi cemilan dagingnya, cocok ini untuk selingan tuak,” ujar Sutar, bersama empat rekannya.
Malam semakin larut, penikmat tuak semakin menikmati suasana dengan desir angin dan terang rembulan. Pengaruh minuman yang berbau khas itu mulai terlihat dari gelagat gerak dan obrolan mereka.
“Kalau habis tambah lagi, tenang cuma 5 ribu satu liter, coba kalau beli miras pabrikan satu botol 55 ribu, mahal kan,” celoteh pria paruh baya sambil matanya sedikit terpejam.
Kedai tuak milik TJ warga Kecamatan Way Jepara itu, tidak lengang oleh pengunjung setiap hari, selalu dipenuhi penikmat tuak.
“Rata-rata malam hari mas, ngumpul minum bareng disini, tapi tidak pernah ribut, kalu ada yang ribut saya suruh pulang,” ujar TJ yang tidak mau disebut nama dan alamat lengkapnya.
TJ Mengaku, belakangan kedai tuak nya ramai didatangi para pengunjung lantaran banyak perusahaan minuman keras menaikan harga hingga 100 persen lebih. “Ya harga salah satu miras seperti pigur 55 ribu satu botol, jadi banyak yang melampiaskan hobinya dengan tuak,” ujarnya.
Tuak yang dibuat TJ berbahan baku dari nira kelapa yang difermentasi dengan kayu tuak. TJ mengaku tidak mencampur bahan-bahan kimia lainnya, bahkan ada batasan waktu, artinya tuak juga bisa basi dalam waktu tertentu. Hal itu menunjukan bahwa tuak buatan TJ aman dari bahan pengawet.
“Nggak ada bahan-bahan kimia, murni nira kelapa dan kayu tuak,” kata TJ.
Lanjutnya, TJ mengaku sehari bisa menjual 30 liter tuak dengan harga 5 ribu per liter untuk eceran, dan untuk agen dia jual 3.500 per satu liternya. “Kalau agen beli minimal 25 liter, harganya berbeda dengan yang eceran,” ujarnya.
Pantauan di lapangan, sangat ironis dengan maraknya peredaran tuak pengganti minuman keras pabrikan. Apalagi sampai banyak pembuat tuak yang sudah menjadi usaha rumahan.
Namun Pemerintah Kabupaten Lampung Timur dalam hal ini Dinas Kesehatan sama sekali belum pernah turun ke lapangan untuk memastikan dampak dari mengkonsumsi tuak bagi kesehatan. (Agus/KT)
Post a Comment