Ahok Ingatkan Anies soal Transparansi Sistem Anggaran DKI
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan saat menghadari Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan anggota DPRD DKI Jakarta. (Foto: LB Ciputri Hutabarat)
Jabung Online -- Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membalas sindiran Gubernur Anies Baswedan yang menyinggung sistem e-budgeting dalam polemik anggaran Pemprov DKI. Dia mengingatkan perlu ada transparansi anggaran untuk mencegah korupsi.
Ahok mengatakan dengan sistem e-budgeting maka semua orang ingin mengetahui pengeluaran APBD DKI. Data keuangan mulai dari pembelian pulpen hingga lem aibon, menurutnya, bisa diketahui.
Namun, Ahok mengatakan sistem e-budgeting akan berjalan dengan baik di tangan orang baik pula. Namun sebaliknya jika penginput data memiliki niat buruk, maka hal buruk akan terjadi.
"Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat mark up apalagi maling. Untuk mencegah korupsi hanya ada satu kata, transparansi sistem yang ada," kata Ahok kepada CNNIndonesia.com, Kamis (31/10).
Sistem e-budgeting merupakan sistem penganggaran terkomputerisasi. Awal mula sistem ini dicanangkan sejalan dengan keluarnya Peraturan Gubernur nomor 145 tahun 2013 tentang penyusunan APBD melalui electronic budgeting dan mulai diterapkan di era Ahok.
Menurut Ahok, sistem itu sengaja ia terapkan agar masyarakat bisa mempelototi anggaran DKI. Hal itu ia pelajari setelah kasus anggaran siluman Uninteruptible Power Supply (UPS) yang terbongkar pada 2016.
Saat itu Ahok berdebat panjang karena ada sejumlah anggaran yang masuk dengan angka yang tidak masuk akal. Dari situ, Ahok menerapkan sistem e-budgeting yang sampai sekarang dipakai di DKI.
Sebelumnya, beredar tangkapan layar draf anggaran DKI yang dikutip dari sistem e-budgeting. Dua di antaranya adalah anggaran lem aibon yang sebelumnya disebut Rp82,8 miliar dan anggaran pulpen yang disebut sebesar Rp123 miliar.
Menanggapi hal itu, Anies berpendapat ada permasalahan dalam sistem penganggaran di DKI Jakarta atau yang biasa disebut dengan e-budgeting. Ia menyinggung bahwa sistem e-budgeting tersebut tidak memiliki pola verifikasi anggaran.
Sistem itu riskan akan kesalahan dan harus diverifikasi manual oleh manusia.
"Ini ada problem sistem, yaitu sistemnya digital tapi tidak smart. Kalau smart system, dia bisa melakukan pengecekan, dia bisa melakukan verifikasi, dia bisa menguji," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/10).
Post a Comment