Pro Kontra Rektor PTN dari Orang Asing
Jabung Online – Keberhasilan sejumlah negara mengajak rektor asing untuk mengelola perguruan tinggi mereka, menjadi alasan Kemenristekdikti berencana melakukan hal yang sama. Menristekdikti Mohamad Nasir, menyatakan wacana tersebut ada, dengan tujuan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) RI, bisa masuk 100 besar peringkat dunia.
“(Kita nanti tantang calon rektor luar negerinya) Kamu bisa tidak tingkatkan ranking perguruan tinggi ini menjadi 200 besar dunia? Setelah itu tercapai, berikutnya 150 besar dunia. Setelah ini, 100 besar dunia. Harus seperti itu. Kita tidak bisa targetnya item per item,” tutur Nasir, seperti dilansir situs Setkab, Rabu (31/7).
Sementara kriteria rektor luar negeri yang akan dipilih, disebut Nasir, masih dibahas oleh tim Kemristekdikti, agar PTN yang dipimpin rektor tersebut, mampu mencapai 100 besar dunia. Wacana ini pun telah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya sudah laporkan kepada Bapak Presiden, dalam hal ini, wacana untuk merekrut rektor asing ini, yang punya reputasi. Kalau yang tidak punya reputasi, jangan. Tidak mesti orang asing itu baik, belum tentu. Nanti kita cari,” lanjutnya.
Praktik rektor asing memimpin PTN pun perguruan tinggi publik di suatu negara, menurut Nasir, lumrah dilakukan, terutama di negara-negara Eropa, dan Singapura sudah melakukan hal yang sama.
Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981, dan sudah berhasil masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun, dijadikan contoh nyata oleh Nasir.
“NTU itu berdiri tahun 1981. Mereka di dalam pengembangan, ternyata mereka mengundang rektor dari Amerika, dan dosen-dosen beberapa besar. Mereka dari berdiri belum dikenal, sekarang bisa masuk 50 besar dunia,” ungkap Nasir.
Dengan rektor dan dosen luar negeri meningkatkan ranking perguruan tinggi Indonesia, menurut Nasir, akan membuat rakyat Indonesia lebih dekat dengan pendidikan tinggi kualitas dunia.
“Karena rektor asing dan kolaborasinya yang ada di Singapura, (NTU) bisa mendatangkan mahasiswa dari Amerika, Eropa, bahkan Indonesia ke sana,” imbuhnya.
Sedangkan untuk salah satu aspek yang paling sering dibahas ketika negara berencana mengundang rektor luar negeri, adalah penghasilan untuk rektor itu sendiri. Karena diperkirakan, hal tersebut bisa memberatkan anggaran PTN yang dipimpinnya.
“Saya harus bicara dengan Menteri Keuangan juga, bagaimana kalau rektor dari luar negeri, kita datangkan ke Indonesia? Berapa gaji yang harus dia terima? Berapa komparasi negara-negara lain? Bagaimana bisa dilakukan, tetapi tidak mengganggu stabilitas keuangan di perguruan tinggi,” pungkas Nasir.
Meski dinilai akan menguntungkan PTN, tak sedikit pula masyarakat yang menolak wacana tersebut.
Sjamsu Rahardja: Mau undang rektor asing tapi peneliti asing harus izin Dikti, ijazah lulusan LN harus disetarakan. Birokrasi kita luar biasa mangkrak. Begini kok mau kejar Singapur.
Gufron Azis Fuadi: Sepertinya kurang percaya diri, atau latah serba import?
Bayu Prasetya: Menurut saya, tak hanya kinerja rektornya saja. Namun, mahasiswa pun harus turut memiliki daya saing yang tinggi di kancah global. Mau rektornya Barack Obama pun, kalau mindset mahasiswa masih sempit dan gitu-gitu saja, tentu ga bisa mendongkrak ranking juga.
Banyak orang-orang keren di Indonesia, namun mereka kalah suara dengan “orang dalam”. Saya rasa ada permainan politik di kampus. Hehe.
Oh iya, sekadar info saja. Kemarin rektor baru saya tercatat dalam polling calon Wali Kota Surakarta. Padahal belum ada setengah tahun menjabat.
Saya sendiri kurang setuju jika rektor berasal dari asing, karena kita saja punya SDM yang mumpuni. yang digenjot gak cuma rektornya, tapi seluruh civitas academica.
Novhy Lembang: Kenapa enggak sekalian ganti presiden asing? Sangat disayangkan kalau rektornya harus dari luar negeri, yang tidak punya rasa Nasionalisme, dan tidak paham budaya Indonesia, dosen boleh dari luar, rektornya harus tetap Indo.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih pun memberikan respons terkait wacana mendatangkan rektor asing.
“Kita mengkhawatirkan intervensi asing di era sekarang, malah kita impor rektor. Kita menguatkan nasionalisme, jawabannya kok impor rektor?” ujarnya, seperti dilansir JPNN, Selasa (30/7).
Fikri mengaku heran, karena sebelumnya, dosen, mahasiswa, dan semua civitas akademika di PTN, dicurigai dan di-screening dari ideologi asing. Namun, sekarang justru memberi kelonggaran pada warga asing.
“Kok malah kita longgar dengan warga asing, yang jelas mereka tidak akan bisa menanamkan nilai-nilai ideologi negara kita?” tegas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
“Bagaimana dengan orang-orang Indonesia yang malah tidak mau pulang karena tak diakomodasi kemampuannya? Apa tidak sebaiknya fenomena brain drain ini diatasi dengan mengundang mereka pulang? Sebaiknya jangan impor,” pungkasnya.
Post a Comment