Penolakan atas Pelibatan Unicorn dalam Bisnis Umroh dan Haji Indonesia
Jabung Online – DPP Syarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (SAPUHI) menolak untuk menerima keterlibatan dua unicorn di Indonesia, Traveloka dan Tokopedia dalam bagian apapun pada bisnis penyelenggaraan ibadah umroh.
Dengan terlaksanannya “Indonesia-Arab Saudi Teken MoU Ekonomi Digital” pada 5 Juli 2019 tentang Memorandum of Understanding (MOU) antara Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) R.I. Rudiantara, dengan Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Arab Saudi, Abdullah Alshawa.
“Maka dengan ini SAPUHI sepakat menolak menolak untuk menerima 2 Unicorn sebagai bagian dalam penyelenggaraan Ibadah Umroh dan Haji di Indonesia,” kata Drs. H. Syam Resfiadi, Ketua Umum SAPUHI, di Jakarta, Rabu (17/7).
Adapun beberapa alasan penolakan sebagai berikut:
– Peluang Kapitalisasi Bisnis Umroh : Traveloka dan Tokopedia bisa diindikasikan akan melakukan Kapitalisasi Bisnis Penyelenggaraan Ibadah Umroh dan akan merugikan Jama’ah Indonesia di kemudian hari dengan pola kapitalisasi yang ada.
– Umroh adalah Bisnis Menggiurkan : Jama’ah Umroh adalah Captive Market yang besar dan pasti dilirik oleh banyak pihak, dari sekitar 1 juta Jama’ah yang berangkat Umroh setiap tahun nya, atau setara perputaran Dana sekitar 20 Triliun setiap tahun nya jika dihitung prorate per jama’ah 20 juta rupiah.
“Maka tentu ini menjadi bisnis yang diincar oleh banyak pihak, dan tentunya bisnis perjalanan Umroh merupakan bisnis yang diatur secara ketat oleh Peraturan Perundang-undangan di Indonesia,” ujar Syam.
– Menjadi Ancaman untuk Travel dan Agen Perjalanan Wisata :
Dari Perputaran Bisnis Umroh tersebut, tentu perputaran nya sudah membantu menghidupi sekitar 1016 Perusahaan yang sudah mempunyai izin Umroh yang ada di Indonesia, jika kita hitung setiap perusahaan memiliki 10 Karyawan, dan atau 100 agen maka bisa dipastikan ratusan ribu orang karyawan Perusahaan terancam terdisrupsi jika bisnis Umroh dibuka terhadap Traveloka dan Tokopedia. “Tentu Pemerintah harus bisa melindungi dan mendukung Travel-travel PPIU yang sudah berhasil mendapatkan izin dengan skema Persyaratan perizinan dan Prosedur Controling yang ketat yang diatur oleh Kemenag RI,” tukas Syam.
Yang seharusnya digandeng Pemerintah adalah 1016 PPIU dan Asosiasi Penyelenggara Ibadah Umroh dan Haji. Sebagai pelaksana yang sudah berpengalaman, dan juga sebagai pelaku yang selalu mengembangkan ide dan Inovasi dalam pelayanan Pelaksanaan ibadah Umroh, maka Pemerintah seharusnya menggandeng Asosiasi-asosiasi Penyelenggara Ibadah Umroh yang membawahi 1016 PPIU se-Indonesia,” kata Syam.
Selama ini, lanjutnya, perjalanan bisnis Umroh senantiasa terus dikembangkan dan dimutakhirkan sesuai perkembangan teknologi dan Informasi.
“Misalnya, SAPUHI sudah mempunyai System yang sudah dipakai oleh anggota nya, untuk transaksi B To B, serta B To C, atau misalnya Amphuri yang sudah mempunyai AISYAH nya,” ujar Syam.
Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa travel umroh adalah satu-satunya bisnis yang diatur hanya boleh dimiliki dan dikelola oleh WNI beragama Islam sebagaimana diatur Pada pasal 89 UU No. 8 Tahun 2019 di mana “Untuk
mendapatkan izin menjadi PPIU, biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan: dimiliki dan dikelola oleh warga negara Indonesia beragama Islam.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, Unicorn-unicorn dimiliki oleh banyak orang yang notabene bukan WNI dan juga bukan beragama Islam, Pasal ini dengan tegas mengatur bahwa penyelenggaraan Umroh wajib dimiliki dan dikelola oleh WNI beragama Islam,” ungkap Syam.
“Ini adalah bentuk perlindungan negara terhadap hak beribadah umat Islam untuk dipastikan pelayanan nya dikelola dan dimiliki oleh WNI beragama islam. Umroh dari Umat Islam, Oleh Umat Islam dan Untuk Umat Islam,” pungkasnya. (kl/swa)
Post a Comment