Utang Luar Negeri Tinggi karena DPR Mandul?
Jabung Online – Catatan Bank Indonesia (BI) menyebutkan Utang Luar Negeri (ULN) di akhir April 2019 lebih tinggi dibandingkan dengan data utang pada bulan sebelumnya.
Kenaikan ULN ini disebabkan karena kontrol dari pemerintah dan legislatif tak berjalan. Hal itu dikatakan oleh Ekonom Senior Indef, Didik J. Rachbini.
Ia menilai ULN Indonesia tidak bisa dikontrol kecuali adanya sistem pengawasan dan keseimbangan, khususnya dari peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Karena keputusan kebijakan publik itu memang memerlukan kontrol,” ungkap Didik, Rabu (19/6).
Jika seseorang tidak mengontrol perusahaannya dan melakukan utang dengan bunga yang tinggi berujung bangkrut, maka seseorang tersebut yang dirugikan. Namun, kata Didik, hal itu berbeda dengan pengelolaan dalam sebuah negara.
“Kalau Menteri Keuangan atau Presiden bikin utang banyak, wassalam, tapi Presidennya enggak apa-apa, Menterinya juga enggak apa-apa, siap yang nanggung? Bangsa dan negara,” tegasnya.
Oleh karenanya, diperlukan kontrol yang efektif dari peran DPR yang saat ini dinilainya mandul dan menyebabkan ULN dalam pemerintahan ini lebih besar dibandingkan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“DPR-nya itu mandul selama periode ini. Oposisi di-guide macan ompong, tidak ada kritis sehingga apa saja diputuskan utang oleh pemerintah sebagian obligasi di luar negeri,” tegasnya.
Ia melanjutkan, selama ini DPR terkesan manut setiap kali pemerintah mengajukan obligasi. Akibatnya, utang luar negeri saat ini terlampau tinggi dan menggerus devisa saat diperlukan untuk kebutuhan membiayai pembangunan.
“Jumlah pembayaran utang di LN itu sangat besar, terus di bank sentral membayar utang itu cukup besar dan itu memnguras cadangan devisa,” tandasnya.
ULN pada akhir April 2019 tercatat sebesar 389,3 miliar dolar AS yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 189,7 miliar dolar AS, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar 199,6 miliar dolar AS.
Dalam laporan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia edisi Juni 2019 yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) disebutkan, ULN Indonesia tersebut tumbuh 8,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2019 sebesar 7,9% (yoy) karena transaksi penarikan neto ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.
Pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (18,8% dari total ULN pemerintah), sektor konstruksi (16,3%), sektor jasa pendidikan (15,8%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,1%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (14,4%). [Sumber]
Post a Comment