Memuliakan Desa sebagai Locus Ekonomi Digital Masa Depan
Jabungonline.com - Guna makin membumikan semangat diktum ketiga Nawacita Presiden Joko Widodo, Membangun Indonesia dari Pinggiran, Membangun Indonesia dari Desa, seiring percepatan era disrupsi peradaban ala Revolusi Industri 4.0, menjadi pekerjaan rumah semua pihak pemangku untuk ringan bahu menuntaskan tahap demi tahap peta jalannya.
Revolusi teknologi hadir mendorong revolusi ekonomi lahir. Jika dulu transaksi ekonomi berbasis barter, kini baik media bayar maupun aktivitas pertukaran barang-jasa telah mewujud secara terdigitalisasi dengan daya kecepatan seketika itu juga (real time).
Terlebih, tekanan disrupsi ekonomi yang tak terelakkan, agak sedikit memaksa semua orang siuman dari tidur panjang, jika tidak ingin turut dilibas gerak sejarah. Sehingga, daya dorong negara yang telah merumuskan Making Industry 4.0 di sektor industri nasional, dan Desa 4.0 di sektor perdesaan, patut disambut kerja nyata mendekatkan ekosistem ekonomi negeri ini, termasuk desa, pada visi memenangkan kompetisi global.
Demi memenangkannya, Revolusi Industri generasi keempat yang serba bercirikan digitalisasi, inovasi, dan fokus kreativitas, mensyaratkan perkuatan kolaborasi dan saling membangun kepercayaan antarpemangku.
Di desa, atmosfir revolusi ekonomi rakyat perdesaan juga kental aroma pasca-otonomi ala UU Desa. Tiga tahun berjalan, geliat pembangunan baik fisik, juga sumber daya manusia desa harus diakui, bertumbuh.
Karakteristik khas desa tetap terjaga, tradisi kegotongroyongan mampu menjaga muruah desa sebagai rumah Indonesia. Sebagai misal, tradisi "yarnen", bayar panen, masih jamak dijumpai warga desa meminjam uang tanpa agunan, pasca-panen baru ada imbal balik sesuai perjanjian.
Ke depan, hal macam ini mesti diorganisasikan dengan mendekatkan petani dan warga desa ke akses modal, akses pasar off-line dan online market, demi memperbesar skala ekonominya.
Hal tersebut dipaparkan Ketua Umum Yayasan Desapolitan Indonesia (Desindo) Zaidirina, dalam Seminar Digital Solution for Farming Industry, yang dihelat Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Lampung, di Ballroom Hotel Swiss-bell, Bandarlampung, Jum'at (3/8/2018).
Dalam paparannya, Zaidirina menyoroti pentingnya orang desa, pelaku ekonomi, dan seluruh ekosistem ekonomi desa hulu ke hilir, belajar fokus dan langsung berpraktik agar produk-produk unggulan desa (PruDes, Red), dapat ditujukan berorientasi ekspor.
"Secara traffic, dengan adanya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai unit ekonomi dan unit sosial sekaligus, dari pengalaman saya keliling, yang tadinya tidak mungkin sekarang berbanding terbalik, dibantu online market transaksinya bukan hanya antardesa, tapi desa bisa langsung ekspor," kata dia.
Secara mekanisme, keberadaan BUMDes merupakan bentuk kompromi sistem ekonomi tersentralisasi dengan ekonomi pasar bebas. "Saya istilahkan, BUMDes inilah bentuk fisik participatory-market society. Dengan bercirikan setiap orang bisa saling memengaruhi, walau pun polanya bottom-up," sambung dia.
Menurut Zaidirina, yang mempresentasikan materi Membangun Literasi Digital bagi Masyarakat Agraris ini, cita-cita terwujudnya desa mandiri tidak menjadi hal yang mustahil.
"Desa mandiri adalah pondasi kemandirian ekonomi nasional. Melalui program Dana Desa, sekarang desa punya uang. Lebih dijamin lagi dengan Undang-Undang Desa, desa punya ruang. Selain itu, desa punya orang. SDM di desa sekarang tak kalah bobot. Banyak anak muda kembali ke desa, membangun desa jadi kota, menjadi purnadesa," tutur dia.
Wanita berkerudung yang juga Komisaris Independen Bank Lampung ini menandaskan, desa sebagai representasi masyarakat agraris menjadi logis ambil peran strategis dalam mendorong proses akselerasi perkembangan ekonomi dan keuangan termasuk yang berdimensi syariah di Indonesia.
"Demikian halnya dalam pengembangan industri pertanian melalui pemanfaatan teknologi digital. Sinergi antara BUMDes sebagai mesin pertumbuhan ekonomi desa, Pemerintah Desa (PemDes) dan Badan Perwakilan Desa sebagai pelumasnya, serta Dana Desa sebagai bahan bakarnya, cukup syarat untuk menggerakkan roda ekonomi di 74.957 desa Indonesia," imbuhnya.
Desindo sendiri full-speed, lanjut Bunda Rina, sapaan akrabnya, dengan kolaborasi mitra strategis seperti di Lampung dan Jawa Tengah, mengupayakan percepatan digitalisasi ekosistem ekonomi desa dan sentuhan hilirisasi industri di desa dengan BUMDes sebagai katalisnya. "Kami punya pilot project."
"Mumpung disini ada i-Grow, ada i-Fishery, ada WarungTetangga.id, saya tadi bisik-bisik ke mereka, kita sepakat untuk tidak menjadi dan siap melawan malpraktik tengkulak digital," tegas dia, di hadapan dua ratusan peserta seminar yang dipandu pakar agrobisnis Faperta Unila Hanung Ismono itu.
"Di era ekonomi digital ini, dimana inovasi, kreativitas, kolaborasi jadi satu keniscayaan sejarah, desa harus diletakkan pada posisinya sebagai locus ekonomi digital di masa depan," tutupnya.
Selain Zaidirina, turut berbicara pada seminar bagian rangkaian Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Sumatera 2018, 2-5 Agustus itu, CEO i-Grow Andreas Senjaya, CEO i-Fishery Gibran Huzaifah, CEO Darmajaya Corporation Davit Kurniawan, dan Kadiv Tekfin DKSP BI Susiati Dewi.
Dari meja peserta, turut hadir mendampingi Zaidirina, puluhan utusan pengurus BUMDes/BUMKam/BUMPekon/BUMTiyuh mitra strategis Desindo, tenaga ahli PED Kemendes PDTT RI dari kabupaten dan kecamatan, konsultan pendamping CSR BUMN, UEP karang taruna, dan pegiat literasi desa. [red/mzl]
Post a Comment