NU dibawah Kyai Said Agil Siradj Bingung, Dukung Jokowi atau Ahokers?



Jabungonline.com - Akhirnya NU di bawah Kyai Said Agil Siradj terjebak dalam dilema yang mengerikan saat ini. Dia tidak mengira perkembangan politik demikian cepatnya.

Jika sebulan lalu Jokowi – Ahok adalah sejoli yang tak terpisahkan, kini hal itu cerita basi. Ahok sudah habis. Habis karena secara objektif tidak lagi dipilih warga DKI sebagai gubernur di periode berikutnya.

Akan tetapi tidak hanya itu, Ahok pun di-plt-kan oleh Mendagri anak buah Presiden Jokowi dari PDIP, yaitu Tjahjo Kumolo dengan begitu cepatnya tanpa ada jeda. Seolah-olah mereka memang menunggu supaya jabatan Gubernur tersebut segera beralih ke kader PDIP dan Ahok dianggap masa lalu.

Akibatnya, reaksi dari para pecinta Ahok muncul. Mereka melancarkan aksi gila-gilaan dengan biaya yang pasti besar hingga berskala internasional, menuntut Ahok dibebaskan. Jika tidak dibebaskan, isu-isu separatisme mulai mendengung. Ada yang minta Minahasa merdekalah, dst.

Jelas sekarang yang berhadap-hadapan adalah para pendukung Ahok melawan keputusan pemerintahan Jokowi. Apabila Jokowi memenuhi permintaan para Ahokers yang tak masuk akal itu, dengan sendirinya pemerintahan Jokowi menjatuhkan martabatnya sendiri. Padahal tugas pemerintah menjaga agar hukum yang sudah ditetapkan dapat tegak dan dihormati. Lalu jika karena tekanan Ahokers supaya Ahok didiskresikan dari hukum, kemudian pemerintah memenuhi tuntutan mereka, maka sama dengan merusak jalannya hukum itu sendiri.

Situasi yang tak terduga ini, dengan makin gencarnya aksi dari para ahokers melawan pemerintahan Jokowi yang sudah memutuskan supaya hukum dihormati, jelas telah mengubah peta dan konfigurasi konflik.

Sekarang konfliknya adalah Ahokers versus Pemerintahan Jokowi yang sudah benar tidak mau mengintervensi hukum. Adapun umat Islam yang sebelumnya diposisikan sebagai lawan, sementara harus rehat dari demo-demo. Tugas umat Islam ialah memastikan hukum yang sudah divoniskan terhadap Ahok, berjalan dengan tanpa utak-atik dari para Ahokers.

Di tengah pergeseran peta konflik ini, Kyai Said Agil Siradj yang semula dipandang sebagai pembela Ahok yang kental, bingung sendiri. Jika konsisten membela Ahok dan menuntut pemerintah supaya membebaskan Ahok, maka Kyai Agil membawa NU vis a vis dengan pemerintahan Jokowi. Jika bungkam dan tidak memberikan dukungan untuk membebaskan Ahok, apa kata dunia Ahokers? Bukankah orang menganggap Kyai Aqil pendukung utama Ahok?

Jadilah kini NU dalam linglung yang menggalaukan. Posisinya kini tidak lagi strategis bagi para Ahokers maupun pemerintahan. Inilah harga yang harus dibayar oleh Kyai Said Agil Siradj atas posisinya yang menentang umat Islam untuk memenjarakan penista agama, yaitu Ahok.

Pemerintah sendiri harus membasmi gelagat kampanye separatisme sebagai bentuk tawar menawar isu dalam usaha membebaskan Ahok dari hukuman yang dilancarkan oleh para Ahokers. Apalagi para Ahokers sudah keterlaluan mengekspor kasus ini menjadi upaya pengrusakan citra Indonesia di luar negeri. Aksi-aksi Ahokers di luar negeri yang mulai gencar tersebut harus dibasmi pemerintah supaya tidak makin merajalela merusak situasi nasional.

Kyai Said Agil Siradj dan gerbong NU-nya, bingung sendiri: mau ikut pemerintah yang berhadapan dengan Ahokers atau ikut Ahokers tapi mulai rada nakal menuntut basis-basis non Muslim lepas dari Indonesia?

Yah…itulah harga yang ditebus dari inkonsistensi dan pragmatisme. Itu kata seorang Kyai NU anti Ahok. (gtp)

No comments

Powered by Blogger.