Kronologi Penindasan oleh PT Central Pertiwi Bahari
Kronologi Penindasan oleh PT Central Pertiwi Bahari dalam Hubungan Inti-Plasma Tambak Udang Bratasena Kabupaten Tulangbawang, Lampung
Malam itu, 15 April 2016, di desa tambak udang Bratasena Mandiri dan Adiwarna, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang terjadi kekerasan dan pelanggaran hak asasi warga: 56 petambak dan keluarganya diusir dari desa karena dianggap melawan perusahaanCentral Pertiwi Bahari (CPB) dan tokoh-tokoh petambak pendukung perusahaan.
HENTIKAN PELANGGARAN HAK ASASI DAN KEKERASAN TERHADAP WARGA TSB
Tahun 1980 – 1993
Tahun 1980, warga kampung Teladas di Pesisir Timur sungai Way Seputih yang berjumlah sekitar 500 orang membuka lahan pertambakan dan pertanian dengan luas areal sekitar 6000 hektar. Warga melakukan usaha pertambakan dengan swadaya dan organik.Tahun 1993, para petani petambak diundang pertemuan di Dusun Sungai Burung oleh satuan Brimob dan PT. Central Pertiwi Bahari (CPB). Mereka diharuskan menerima ganti rugi buka lahan senilai Rp 150.000 –250.000/0.5 ha lahan pertanian, Rp 3-4 juta lahan pertambakan, dan Kartu Plasma sebagai syarat menjadi Plasma. Warga yang menolak rumahnya dibakar.
Tahun 1993 – 1995
Tahun 1995, dimulailah kemitraan Inti(CPB)-Plasma (petambak), dimulai dengan petambak diharuskan mengambil kredit bank 145 juta rupiah dengan CPB sebagai penjamin, yang oleh bank diserahkan kepada CPB. Sejumlah120 juta untuk petambak membeli 1 ha lahan tambak dan rumah bedeng yang dibangunkan PT CPB; dan 25 juta sisanya dikembalikan kepada petambak dalam bentuk saprodi (sarana produksi), bahan makanan pokok dan uang biaya hidup Rp 150 ribu/bln.Kemitraan diikat lewat Perjanjian Kemitraan (PKS) yang isinya ditentukan sepihak oleh CPB, petambak diharuskan tandatangan tanpa mengerti sepenuhnya isinya.
Tahun 1993 – 2015
Pelaksanaan kemitraan sangat merugikan petambak karena CPB menentukan harga saprodi saprodi sangat tinggi, dan harga udang saat panen sangat rendah. Setelah bermitra 20 tahun, 1995-2015, hutang 96% petambak berkisar 200-800 juta, 2% berhutang 1,6 milyar, dan hanya 3% lunas. Petambak yang lunas harus menyimpan uang di perusahaan, Rp 25-125 juta/panen.Maret 2012 petambak mendirikan Forsil (Forum Silaturahmi), organisasi yang memperjuangkan kemitraan adil. CPB memaksa petambak membubarkan organisasi tersebut dengan cara menghentikan tebar benih; tidak memberikan bahan pokok dan biaya hidup bulanan sehingga para petambak dan keluarganya nyaris kelaparan; memecat 300 istri petambak yang bekerja di cold storage; menghentikan pasokan air bersih ke rumah-rumah pengurus Forsil; dan merekayasa bentrok fisik antar petambak,yang meledak pada 12 Maret 2013 dan memakan korban sedikitnya 9 meninggal, sekitar 100 luka ringan dan berat, 10 pengurus Forsil dikriminalkan dan 2 orang dipenjara.Pasca bentrok, kemitraan Inti-Plasma berlanjut, tetapi PKS tetap tidak adil, intimidasi dan pemaksaan terus terjadi.CPB mengkooptasi sebagian pengurus inti Forsil sehingga organisasi pecah. Para aktivis inti yang masih berpihak kepada kepentingan petambak memisahkan diri.
Tahun 2016
Pada 31 Maret 2016, dengan difasilitasi UPC, 2 perempuan dan 8 lelaki wakil petambak (di luar Forsil) menemui Menteri Tenaga Kerja untuk menyampaikan permasalahan mereka dan mengusulkan pemecahan.
Dokumentasi pertemuan perwakilan petambak Bratasena dengan menteri tenaga kerja (Hanif Dhakiri). 2016
Sekembali dari Jakarta mereka diintimidasi dan diteror. Hari ini, 15 April 2016, mereka mengadakan pertemuan public melaporkan hasil pertemuan dengan Menaker. Pertemuan dibubarkan oleh Satgas Forsil bersama sekitar 10 aparat Kepolisian.Jam 16.00, 10 orang tersebut bersama keluarganya diusir oleh pengurus Forsil pendukung CPB dari desa. Malam ini, Satgas Forsil menyisir satu per satu 46 warga pemimpin petambak yang dianggap pembangkang, dan mengusir mereka dari desa.Saat kronologi ini di terbitkan tercatat ada 1 rumah kaca pecah 5 yg dicoret2, 3 disegel akibat serangan massa yang berpihak kepada CPB.
Post a Comment