Rachmawati: Pungli Teri Diuber, Kakap Dapat Tax Amnesty


Putri mantan presiden Ir Soekano, Rachmawati  Soekarnoputri mengkritik kebijakan presiden Jokowi mengenai pemberantasan pungutan liar (Pungli). Ia tak terkesan dengan kebijakan yang baru-baru ini dicanangkan Presiden Joko Widodo tersebut. Menurutnya, kebijakan itu hanya lah salah satu pencitraan sang presiden.

Pencitraan itu dilakukan dengan cara menangkap para pelaku pungli agar tercipta suatu presepsi dalam masyarakat bahwa pemerintahan saat ini bersih dari segala bentuk gratifikasi.

Demikian disampaikan tokoh nasional yang juga pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri pada Kamis (20/10/2016).

“Masyaallah yang pungli kelas teri diuber dan ditangkap, sedangkan yang korupsi kelas kakap dibiarkan, dan malah dikasih amnesty,” kata Rachma, dikutip dari repelita.com.

Ia meminta pada pemerintah dan semua pejabat negara agar juga memberi contoh pada rakyat terkait program tax amnesty yang selama ini sedang gencar-gencarnya dilaksanakan. Bukan hanya berkoar-koar meminta rakyat untuk melaporkan hartanya, sementara pejabat negara sendiri tidak melakukan hal serupa dan seakan hanya membuat kebijakan untuk rakyat saja, tidak berlaku untuk pemerintahan.

“Kasih CONTOH pada rakyat. Jokowi, Menteri-menteri, pejabat-pejabat eselon, dan jajarannya, Wakil Rakyat, Jaksa Agung, Kapolri, Dirjen Pajak dan seterusnya, silakan Laporkan kekayaan harta bendanya untuk mendapat  atau tax amnesty, jangan hanya rakyat, pribadi, institusi Wajib pajak yang dikejar supaya ikut TA,” Tegas Rachmawati, Selasa (09/08/2016).

Rachmawati menuntut pada presiden Jokowi dan seluruh pejabat negara untuk transparan pada rakyat dan taat pada UU No 17 mengenai tata kelola keuangan Negara.

“Jokowi dan para pejabat negara silakan teladani dan taat pada UU no 17 tentang tata kelola keuangan negara harus transparan, publik berhak tahu, Jika melanggar UU artinya berhadapan dengan hukum,” Jelas Rachmawati.

“Penguasa apa bisa konsekuen dengan kata dan lakunya? Silakan publik menilai!,” lanjut Rachmawati.

Rachma mengatakan, pemberantasan pungli menjadi pencitraan oleh pemerintah. Disisi lain, pemerintah tak punya keberanian memberantas korupsi.

Rachma mencontohkan, pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sampai saat ini masih belum jelas. Padahal kasus ini merupakan kasus korupsi yang paling menyengsarakan rakyat. Sebagaimana disebutkan JK sendiri, kerugian dari kasus BLBI tersebut mencapai 700 triliun lebih.

“Pemberantasan pungli hanya menjadi lip service janji kosong penguasa utamanya KPK akan mengusut mega-skandal korupsi tersebut. Karena tidak sanggup menangkap korupsi kakap maka urusan pungli kelas teripun dijadikan sasaran tembak,” jelas Rachma.

Ia juga membeberkan, terkait pengangkatan kepala BIN yang dianggapnya Jokowi tidak serius. Pasalnya, dalam memilih pejabat negara malah memilih Kepala BIN yang menjadi tersangka kasus gratifikasi.

“Sementara ada pejabat yang sudah tersangka gratifikasi saja masih bisa jadi Wakapolri bahkan dijadikan Kepala BIN. Preseden buruk yang mencoreng Polri sebagai penegak hukum. Jadi apa gunanya berantas Pungli jika atasan memberi contoh buruk malah dilindungi,” pungkas Rachma, dikutip dari Jpnn.com.

No comments

Powered by Blogger.