Paceklik


Fathul Mu’in

HARGA singkong alias ubi kayu di berbagai daerah di Indonesia terjun bebas. Penurunannya bahkan sangat drastis. Ironis memang, di saat singkong sedang melimpah dan hasil panenan cukup baik karena tidak terjadi kemarau, tapi lagi-lagi petani dibuat kecewa.

"Paceklik Mas. Emboh iki arep tak panen opo gak ini singkongku, regone ora nggadek," kata petani singkong di desaku berbahasa Jawa. Maklum, dia sehari-harinya selalu berada di ladang, tidak pernah ke kota, jadi tidak bisa bahasa Indonesa secara lancar.

Wajar, saat ini harga singkong hanya di kisaran Rp500—Rp600 per kg. Padahal idealnya harganya adalah Rp1.200. Terlebih lagi, harga singkong yang sangat rendah itu sudah berlangsung sejak sebelum Lebaran. Tapi saat itu harganya masih lumayan, yakni Rp900.

"Kemarin Lebaran tidak saya panen dengan harapan habis Lebaran naik ke posisi semula Rp1.300. Tapi sekarang malah anjlok," kata tetanggaku lainnya yang pandai berbahasa Indonesia.

Padahal, kata dia, singkongnya saat ini sudah berusia sekitar 11 bulan. Jika tidak segera dipanen, singkongnya akan membusuk. Namun, apalah daya, dia mau memanen singkong, tapi jelas tidak nyucuk, tidak sesuai dengan pengeluaran, mulai dari membeli bibit, pupuk, perawatan dan lainnya.

"Penak jaman mbiyen, singkong larang, karet larang, saiki opo-opo ra gadek. Daging larang, opo-opo larang tapi wayah arep jual singkong karo karet malah regone gak ono. (Enak zaman dulu, singkong mahal, karet mahal, sekarang tidak karuan. Daging mahal, apa-apa mahal. Tapi giliran mau jual singkong dan karet malah enggak ada harganya)," kata dia sambil mencabut batang singkong dengan lemas, tak bersemangat.

Dia kemudian mengutip salah satu pidato Jokowi usai terpilih menjadi presiden. “Mulai sekarang petani kembali ke sawah (ladang), nelayan kembali ke laut, anak-anak kita kembali sekolah, pedagang kembali ke pasar, buruh dan pekerja kembali ke pabrik dan karyawan ke kantor.
Lupakanlah nomor satu, lupakanlah nomor dua, kembalilah pada Indonesia yang satu, Indonesia raya. Saya sudah di ladang Pak, tapi ini hasilnya?” ujar petani itu.

Kasihan memang petani, karena anjloknya harga singkong ini disebabkan pemerintah Indonesia melakukan impor tapioka dari Vietnam. "Oalah, singkong nang kene akeh kok malah impor to Pak Jokowi. Mbok mikerke nasib petanimu ini. Apa-apa impor!," kata dia lagi sambil membanting singkong yang dicabutnya.

Langkah Gubernur Lampung M Ridho Ficardo yang telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menstabilkan harga singkong memang patut diapresiasi. Sebab, Lampung adalah penghasil singkong terbesar. Namun, surat tersebut tentu harus dikawal agar harga singkong bisa benar-benar stabil dan petani bisa bersemangat dan kembali tersenyum. (*)

No comments

Powered by Blogger.