Menghina Islam, Akankah Ahok Senasib dengan Arswendo Atmowiloto?
Kasus penghinaan terhadap Al Maidah 51 oleh Ahok membuat saya teringat pada Arswendo Atmowiloto tahun 1990 lalu.
Saat itu, ada sebuah tabloid bernama Monitor yang sangat terkenal, bahkan oplahnya terbesar di Indonesia, didirikan oleh Arswendo, bernaung di bawah Gramedia Group. Monitor ini bisa dikategorikan sebagai tabloid gosip, hiburan, mengumbar foto perempuan sexy, dan segmen pembacanya adalah kalangan menengah ke bawah. Dalam waktu singkat, Monitor berhasil menjadi media cetak terpopuler di Indonesia.
Suatu ketika, Monitor mengadakan survey "tokoh idola". Para pembacanya dipersilahkan menulis nama tokoh idola mereka, lalu dikirim ke alamat tabloid ini. Setiap orang bebas menulis nama siapapun sesukanya. Bahkan mau nulis nama pacar sendiri pun dipersilahkan.
Hasil polling ini ternyata sangat mengejutkan. Nama Presiden Soeharto terpilih sebagai tokoh idola urutan teratas, disusul oleh BJ Habibie, Soekarno, dan musisi Iwan Fals di tempat keempat. Nama Arswendo berada di peringkat ke-10, sedangkan nama Nabi Muhammad berada di peringkat ke-11.
Pencantuman nama Rasulullah SAW di urutan ke-11 inilah yang memicu kemarahan umat Islam. Saat itu, gerakan massa untuk mendemo Arswendo dan Tabloid Monitor sangatlah masif.
Singkat cerita, Asrwendo berhasil masuk penjara, dan tabloid Monitor terpaksa berhenti terbit selamanya, padahal ketika itu sedang ngetop-ngetopnya.
Sampai saat ini, saya sendiri sebenarnya masih ragu; apakah Arswendo memang benar-benar punya niat menghina Rasulullah? Bisa ya, bisa tidak. Sebab ini urusan NIAT di dalam hati, yang tahu hanya Allah dan Arwendo sendiri.
Bisa saja ketika itu Arswendo memang berniat menghina Islam. Namun bisa juga dia hanya berusaha jujur menampilkan hasil polling apa adanya. Bahkan bisa juga dia tidak tahu bahwa mencantumkan nama Nabi Muhammad di urutan ke-11 polling tersebut bisa memicu kemarahan umat Islam. Atau bisa juga pencantuman nama Rasulullah tersebut di urutan ke-11 hanya sebuah rekayasa, alias hasil polling yang dicantumkan tidak sesuai kenyataan (yang memang tujuannya untuk menghina Islam).
Entah mana yang benar di antara keempat kemungkinan tersebut, wallahualam. Yang tahu jawabannya hanya Allah dan Arswendo sendiri.
Namun tiga fakta berikut perlu kita pahami dengan baik:
1. Di atas sudah saya jelaskan seperti apakah Tabloid Monitor itu dan siapa saja pembacanya. Menurut saya (sepertinya Anda juga setuju), sangat masuk akal jika tidak banyak pembaca Monitor yang mengidolakan Rasulullah. Sebenarnya sangat masuk akal ketika nama Rasulullah di mata pembaca Monitor ternyata kalah populer dibanding Iwan Fals, bahkan dibanding Arswendo sendiri (sebab ketika itu, Arswendo cukup narsis alias sering tampil di tabloid tersebut, sehingga wajar jika dia menjadi sangat terkenal di sana).
2. Sebagai seorang tokoh, seharusnya Arswendo memahami bahwa memuat hasil polling yang seperti itu bisa memicu kemarahan umat Islam. Jadi seharusnya, nama Nabi Muhammad tak perlu dicantumkan pada hasil polling, untuk menghindari kontroversi.
3. Terlepas dari kemarahan dan ketersinggungan umat Islam ketika itu, sebenarnya hasil polling tersebut bisa menjadi bahan intropeksi bagi kita semua. Ternyata selama ini umat Islam tidak mengidolakan Rasulullah. Kenapa? Di mana salahnya? Mari merenung, intropeksi diri, lalu berbenah, memperbaiki diri, berusaha agar semakin banyak umat Islam yang mengidolakan Rasulullah.
* * *
Walau tuduhan penghinaan terhadap Arswendo ketika itu masih sangat debatable, namun faktanya beliau berhasil dipenjarakan, bahkan Tabloid Monitor berhasil dihentikan penerbitannya untuk selamanya.
Nah, bagaimana dengan Ahok? Apakah tuduhan terhadap dirinya bersifat debatable juga?
Menurut saya TIDAK.
Dari rekaman video yang sudah tersebar luas, sangat jelas terlihat bahwa Ahok menghina Islam.
Memang banyak pendukungnya yang berargumen bahwa Ahok tidak bermaksud menghina. Namun itu sebenarnya hanya upaya mereka untuk ngeles dan membela sang junjungan secara membabi-buta. Bahkan bila kita lihat perkembangan situasi, mereka mulai bermain playing victim, dengan bersikap seolah-olah mereka yang jadi korban dan kita sebagai penjahatnya.
Saya mencoba membandingkan kasus Arswendo dengan Ahok:
Tuduhan penghinaan yang dialamatkan kepada Arswendo masih debatable, namun ternyata dia akhirnya masuk penjara juga, dan tabloid Monitor dibubarkan.
Jika Arswendo saja bisa dihukum, tentu Ahok yang jelas-jelas menghina Islam harus lebih mudah diringkus untuk dipenjarakan.
Jakarta, 8 Oktober 2016
JONRU
Post a Comment