Indonesia Berupaya Keluarkan Tiga Taman Nasional Dalam Bahaya
Bandarlampung - Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk mengeluarkan tiga taman nasional dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya.
Ketiga taman nasional itu adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, serta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Provinsi Lampung dan Bengkulu, kata Ir Heri Subagiadi MSc, Direktur Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam pernyataan yang diterima di Bandarlampung, Rabu.
"Agar bisa mengeluarkan ketiga taman nasional itu dari daftar dalam bahaya, ada tujuh indikator utama dalam DSOCR dan Corrective Measure harus diprioritaskan antara lain kondisi tutupan hutan, tren populasi spesies kunci, pembangunan jalan, pertambangan, tata batas kawasan, penegakan hukum, dan pengelolaan lansekap," kata Heri Subagiadi pula.
Heri Subagiadi mengemukakan ketujuh indikator tersebut dalam workshop "Perkembangan Implementasi Rencana Aksi dalam Rangka Mengeluarkan Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) dari `In Danger List` yang diselenggarakan Kementerian LHK bersama Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP) di Bogor, Selasa (25/10).
Menurut Heri Subagiadi, Pemerintah Indonesia dan Komite Warisan Dunia UNESCO menetapkan dokumen DSOCR dan Corrective Measure sebagai panduan aksi bagi para pihak untuk mengeluarkan hutan tropis Sumatera dari daftar dalam bahaya.
Dokumen tersebut ditetapkan pada 2013 lalu. Wujud pelaksanaannya, pemerintah telah menutup pertambangan tradisional ilegal dalam kawasan TNKS, mencabut dan meratakan perkebunan sawit di TNGL, menyelenggarakan patroli terpadu serta monitoring sebaran dan populasi spesies kunci yang didukung dengan aplikasi SMART di ketiga taman nasional bersama para mitra.
"TNBBS, TNKS, dan TNGL telah melakukan upaya-upaya untuk memenuhi DSOCR. Hal ini nampak dari penurunan angka perburuan, melaksanakan penyidikan terhadap perkara-perkara tindan pidana kehutanan dalam TRHS, serta adanya peningkatan populasi harimau sumatera," ujarnya lagi.
Namun, menurutnya upaya itu perlu diperkuat dengan adanya kerja sama lintas kementerian dan multipihak seperti dengan lembaga swadaya masyarakat.
TNGL, TNKS, dan TNBBS, ketiganya termasuk ke dalam Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) atau Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera.
Sejak penetapan ketiga taman nasional itu sebagai Situs Warisan Dunia dalam Bahaya (In Danger) 2011 lalu, Pemerintah Indonesia dan Komite Warisan Dunia membuat rencana dukungan negara bagi aksi konservasi untuk mengeluarkan aset dari daftar Warisan Dunia dalam Bahaya atau Desired State of Conservation for The Removal of Property from The List of World Heritage in Danger (DSOCR) dan dimonitor melalui Corrective Measure serta dilaksanakan sesuai dengan Action Plan yang telah disusun untuk jangka waktu lima tahun.
Kedua dokumen tersebut adalah wujud komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan ketiga taman nasional dari daftar "dalam bahaya".
Noviar Andayani, Country Director WCS-IP mengatakan keberhasilan usaha mengeluarkan ketiga taman nasional itu dari daftar bahaya memerlukan koordinasi intensif antarpemangku kepentingan.
Menurut dia, sebagai wujud kerja sama aktif, WCS-IP telah melaksanakan sistem patroli hutan berbasis SMART bersama-sama pemerintah di beberapa kawasan taman nasional.
Dia menjelaskan, SMART merupakan salah satu pilihan sistem manajemen informasi yang dapat diaplikasikan dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. SMART pada awalnya didesain untuk mengembangkan upaya antiperburuan dan penegakan hukum.
Namun sistem SMART juga dapat diterapkan untuk mendukung sebagian besar aspek pengelolaan kawasan konservasi, seperti kegiatan penelitian keanekaragaman hayati dan kegiatan sosial dalam masyarakat.
Sebagai suatu sistem aplikasi, lanjutnya, SMART berfungsi untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi, dan melaporkan hasil kegiatan pengelolaan di lapangan.
"Secara keseluruhan, SMART dapat membantu pengelola dalam menyusun strategi dan perencanaan pengelolaan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi agar sesuai dengan kebutuhan pengelola kawasan konservasi, pengembangan SMART harus disesuaikan dengan karakteristik kawasan konservasi setempat," kata Noviar Andayani pula.
Country Director WCS-IP ini menyatakan mengeluarkan TRHS dari warisan dunia dalam bahaya merupakan upaya penting yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
Paling tidak, menurut dia, ada beberapa hal yang diharapkan dari keluarnya TRHS dari Warisan Dunia dalam Bahaya. Pertama, keluarnya TRHS dari daftar dalam bahaya diharapkan dapat meningkatkan citra positif Indonesia di mata dunia.
Kedua, kembalinya TRHS ke dalam situs warisan dunia akan meningkatkan potensi sektor wisata, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan pereknomian Indonesia.
Lalu yang ketiga, keluarnya TRHS dari Warisan Dunia dalam Bahaya menunjukkan pengelolaan taman nasional yang lebih baik, efektif, dan efisien.
Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera meliputi kawasan seluas 2.595.124 hektare. Kawasan yang berada pada gugus pegunungan Bukit Barisan tersebut menjadi salah satu kawasan konservasi paling luas di Asia Tenggara.
UNESCO mencatat Hutan Tropis Sumatera merupakan rumah bagi 10 ribu spesies tumbuhan, 201 spesies mamalia, dan 580 spesies burung.
Hutan ini juga menjadi habitat yang signifikan bagi konservasi in-situ mamalia yang membutuhkan ruang jelajah yang luas seperti harimau sumatera, orangutan sumatera, gajah sumatera, dan badak sumatera.
TNGL, TNKS, dan TNBBS ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera karena memiliki fenomena dan keindahan alam yang luar biasa, menjadi contoh bagi kelangsungan proses ekologi dan biologi dalam evolusi perkembangan ekosistem, tumbuhan dan hewan, serta memiliki habitat dan keanekaragaman hayati yang beragam.
Lima tahun belakangan ancaman kerusakan dan tekanan perambahan terhadap ketiga kawasan konservasi itu terus membayangi.
Padahal UNESCO telah menetapkan ketiga taman nasional di Pulau Sumatera itu menjadi Situs Warisan Dunia atau World Heritage Site sejak 2004.
Artinya, meskipun berada di wilayah Republik Indonesia, namun warga dunia juga ikut memiliki kehadiran dan fungsi hutan hujan tropis dataran rendah terakhir di Indonesia itu.
Post a Comment