CADAS! Ini Kritik Menteri Susi Terkait Banjir dan Reklamasi Jakarta
Setelah menahan diri cukup lama untuk tak ikut dalam arus polemik banjir dan reklamasi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akhirnya urun rembug.
Menteri Susi menilai, dari sudut pandang aktivis lingkungan hidup, banjir Jakarta ink merupakan hal yang lumrah.
Dengan halus tetapi tajam, Susi menilai, sejak dari desain hingga pembangunan kota, Jakarta sudah "banjir".
"Kalau kita orang lingkungan hidup dengan pembangunan Jakarta ini terutama tata kelola air, kita sih bilang Jakarta banjir ya tidak aneh. Wong the way it's designed and constructed right now, it's a flood in program," tiur Menteri Susi dalam diskusi mengenai reklamasi di Gedung KPK, Selasa 4 Oktober 2016.
Tanpa ampun dan dengan penjelasan yang lugas dan gamblang, Susi mengkritik proyek penanganan banjir di Jakarta yang menurutnya justru dapat memperparah banjir.
"Sungai diluruskan, ditanggul, jadi air tidak ke mana-mana. Kencang dari hulu ke hilir, nah di pinggir direklamasi. Jadi air dipercepat turun ke bawah, pantainya dijauhin. It's flood in project. Bukan membendung, mempercepat air hulu, lalu memperlambat air keluar dari daratan Jakarta," tutur Susi dengan gaya khasnya yang berapi-api.
Ia menambahkan analisisnya mengenai banjir dengan mengutip pernyataan mantan menteri LH di era Presiden Soeharto.
"Tadi Prof Emil menerangkan bahwa Jakarta terlalu banyak penyedotan air tanah sehingga banyak pori-pori keropos sehingga air laut masuk. Jadi dua-dua. Satu banjir dari naiknya air laut, kedua cepatnya turun dari hulu karena dipercepat, penyodetan, pelurusan. Jadi tidak ada komprehensif pembangunan water set di mana DAS diperbaiki, sungai direnaturalisasi, dikembalikan belok-belok supaya lambat lagi," jelas Susi.
"Karena kalau dilurusin erosinya juga akan lebih kencang. Sedimentasi tidak keluar karena kanan kirinya ditanggul. Jadi ke mana itu lumpur? Yang menaikkan permukaan dasar sungai. Permukaan dasar sungai naik, memangnya air berkurang setiap tahun? Tidak. Air tetap sama tiap tahun datangnya. Tapi permukaan dasar sungai naik berarti daya tampung air kurang. Tanggulnya ditinggiin, satu saat tidak kuat, jebol, banjir bandang. Itu yang terjadi," imbuh Susi.
Susi juga mengkritik keras mengenai reklamasi yang menurutnya mendahului pembangunan proyek Giant Sea Wall.
"Saya dengarnya mau bangun bendungan, bendungannya belum jadi, bendungan kan untuk menyimpan kelebihan air Jakarta. Untuk ditampung sebagai salah satu air minum, air tawar Jakarta. Tetapi bendungan belum jadi, pulau-pulau reklamasi sudah terjadi. Jadi ya tempat airnya ke mana?" ucap Susi.
Secara halus, Susi menguak adanya konflik kepentingan lintas departemen dan negara, dalam hal ini Pemprov DKI, mengenai reklamasi.
Susi menegaskan, pihaknya punya kekuatan wewenang untuk mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi setelah mendapat analisis lengkap dampak lingkungan hidup.
"Di situ pun kami masih bisa berikan catatan-catatan, memberikan disposisi-disposisi tambahan bila diperlukan. Sekarang persoalannya adalah jadi yang betul rencana yang dipakai negara ini yang mana, ini juga yang bikin saya bingung terus terang aja."
Susi dengan keras mengkritik keras upaya reklamasi yang melenceng dari tujuan yang semestinya.
"Mendengar Prof Emil bahwa negara ini menginginkan sebuah Teluk Jakarta untuk menambah satu ruang publik. Kedua untuk penanganan sedimentasi Jakarta dan korosifnya air tanah Jakarta supaya lebih baik. Tapi sekarang ini..pulau-pulau yang dibangun yang saya lihat kepentingannya berbeda," ujar Susi.
Susi mengajak semua pihak untuk tidak mendahulukan kepentingan pihak-pihak tertentu dan kembali pada arahan Jokowi mengenai reklamasi.
"Jadi untuk kita sebetulnya dikembalikan lagi tiga hal tadi yang diarahkan Presiden itu harus betul jadi patokan kita bersama. Dan go dan tidak go tentu komprehensif amdal dari Bu Siti Nurbaya. Jadi saya pikir sudah betul bahwa urusannya yang misalnya urusan Jakarta ini dibawa satu proyek yang ditangani pusat dan presiden juga pesan harusnya menjadi government driven bukan private driven," ujar Susi.
Seperti diketahui, dalam isu banjir dan reklamasi, DKI Jakarta telah terus berupaya berkilah bahwa Pemprov dan gubernur tidak kongkalikong dengan pengembang. Nyatanya, publik bisa menilai ternyata semua kebijakan tak berpihak pada kepentingan publik, namun untuk kepentingan pengembang dan kelompok konglomerat tertentu.
Post a Comment