Ahok BELUM Menang, Golkar Sudah Ngebet Imbalan
Pilgub DKI 2017 belum dimulai, tapi sudah ada kader Golkar yang meminta imbalan kepada calon yang mereka usung, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Calon petahana itu ke depan diwajibkan ikut membesarkan Golkar. Apalagi sikap Golkar mendukung Ahok memiliki potensi negatif terhadap image partai.
"Pertama, di tengah berbagai kontroversi Ahok di masyarakat yang semakin meluas, sebenarnya Golkar sudah mendapatkan risiko ancaman terkena dampak negatif dari kontroversi-kontroversi yang terus berlanjut oleh Ahok," kata fungsionaris Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, di Jakarta, Rabu 28 September 2016.
Tokoh Muda Partai Golkar itu beralasan Ahok sejak awal pencalonannya berkali-kali menunjukkan sikap antipartai politik. Bahkan, pernyataan dan sikap Ahok cenderung merendahkan dan mengerdilkan keberadaan parpol.
"Ahok pernah sampai mengatakan, dia akan lebih memilih tidak maju sebagai Gubernur apabila pilihannya meninggalkan 'Teman Ahok' daripada diusung parpol. Namun kemudian tiba-tiba berubah 180 derajat, seakan sekarang yang paling merasa dianggap dan diperebutkan sebagai kader parpol, setidaknya Golkar dan PDIP," tutur Doli.
Doli juga mengungkit soal kader Golkar sekaligus Kepala BNP2TKI Nisron Wahid yang mengambil risiko jabatannya hilang demi mendukung Ahok dan mewakili simbol Golkar, pun tidak pernah diakui sebagai Ketua Tim Pemenangan dan akhirnya digusur PDI P.
Menurut Doli, bila ada kubu parpol pendukung Ahok yang menggugat Nusron karena pejabat publik, seharusnya penggantinya tetap orang Golkar, bukan kader partai lain.
"Indikatornya apa Golkar akan mendapat manfaat atas dukungannya terhadap Ahok? Sudahlah figurnya kontroversial, sejak awal antiparpol, kemudian menurunkan derajat Golkar sebagai pengusung menjadi pendukung, setelah diusung PDIP."
"Yang ditunggu adalah sikap dan peran petinggi Golkar yang harus bisa memastikan Ahok benar-benar menunjukkan sikap dan pernyataan-pernyataan untuk tetap menjadi bagian dan tanggung jawab membesarkan Golkar dan meyakinkan seluruh warga Golkar, khususnya di DKI untuk mendukungnya," imbuh dia lagi.
Isyarat agar Ahok berkontribusi kepada Golkar jika memenangkan Pilgub DKI juga disampaikan Wakil Sekjen Partai Golkar Heitifah Sjaifudian. Menurut dia, semua kepala daerah yang diusung Golkar harus ikut membesarkan partai jika menang, termasuk Ahok yang akan maju sebagai calon gubernur Jakarta bersama Djarot Saiful Hidayat.
"Sudah ditegaskan berkali-kali oleh Ketum, jangan sampai sesudah terpilih kemudian dia tidak membantu Golkar, membesarkan partainya," kata Heitifah, mengutip pernyataan Ketum mereka.
Bagi Golkar agaknya wajar apabila partai meminta timbal balik dari kepala daerah yang diusungnya. Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menegaskan jika kepala daerah yang diusung Partai Golkar memenangkan pilkada, harus memanfaatkan kekuasaannya untuk membesarkan Partai Golkar.
"Ini namanya pemanfaatan posisi, yang namanya bupati, wali kota, gubernur harus dimanfaatkan posisi itu untuk kebesaran Golkar. Ada bupati berkuasa di situ, Golkarnya masa kalah?" kata Idrus.
Namun agaknya permintaan Golkar ini diprediksi akan mental di hadapan Ahok. Kader Demokrat pendukung Ahok, Ruhut Sitompul memastikan apa yang diminta Golkar takkan terealisasi.
"Karena itu aku mendukung siapapun dengan hati, enggak ada udang di balik bakso. Kalau mau dukung Ahok, tolong lah, jangan ada maksud sesuatu," kata dia.
Bahkan, Ruhut menyindir apa yang diminta mantan partainya itu tidak logis.
"Memenangkan itu harus dengan hati, jangan ada sesuatu dibelakangnya. Menangkanlah seseorang karena dia bersih, dia tokoh pembaharu," imbuh anggota DPR Komisi III itu.
Kecaman terhadap permintaan Golkar juga datang dari sesama kubu partai pengusung Ahok. Politikus Hanura Miryam S Haryani mengklaim sebagai partai pendukung Ahok sejak awal, partainya tidak bakal mengemis seperti yang dilakukan Golkar.
"Tidak usah minta-minta. Bagi Partai Hanura, yang penting Ahok-Djarot jadi gubernur dan wakil gubernur Jakarta lagi," tandas Juru Bicara Tim Pemenangan Ahok saat masih hanya diusung tiga parpol NasDem, Golkar, dan Hanura itu.
Post a Comment