Ketika Eksekusi Mati Menjadi Ajang Pengundian Nasib
Nusakambangan- Eksekusi Mati terhadap terpidana mati telah dilaksanakan jum’at dini hari, 4 (empat) orang terpidana mati telah di eksekusi mati tadi malam; salah satunya adalah Freddy Budiman.
Yang menarik dari pelaksanaan eksekusi mati kali ini adalah, Kejaksaan Agung menunda kembali waktu eksekusi terhadap 10 terpidana mati yang sudah di isolasi dan sudah dalam kondisi ‘pasrah’ akan di eksekusi.
Pihak Kejaksaan Agung seolah mengundi nasib para terpidana mati yang sudah dibawa ke Nusakambangan dengan persiapan yang sudah matang; di isolasi serta ditemani oleh para Rohaniawan; artinya kalau memang 4 terpidana mati saja yang di eksekusi mati, buat apa publikasi 14 orang yang akan di eksekusi, jangan sampai ada opini pencitraan dan mempermainkan nasib nyawa manusia dibalik tindakan kejaksaan agung tersebut.
Ketika para narapidana mati sudah siap dengan keputusan eksekusi, namun ujungnya di tunda oleh pihak Kejaksaan Agung, bukankah ini sebuah pengundian nasib yang telah dilakukan oleh pihak kejaksaan agung itu sendiri.
Sebanyak empat orang dieksekusi di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jumat sekitar pukul 00.46 WIB.
Empat yang menjalani eksekusi tersebut adalah Freddy Budiman (WNI), Seck Osmani (Senegal), Humprey Eijeke (Nigeria) dan Michael Titus (Nigeria).
“Sedangkan sisanya tunggu kabar selanjutnya, nanti akan dikabarkan,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Noor Rachmad di Cilacap, Jumat.
Luar biasa apa yang dilakukan oleh pihak kejaksaan agung, mempermainkan nasib nyawa manusia seolah sebuah pengundian berhadiah; yang di eksekusi di ibaratkan bernasib kurang beruntung sementara yang belum di eksekusi dianggap mendapatkan keberuntungan.
Apa yang dilakukan Kejaksaan Agung dapat di klasifikan tindakan yang melanggar HAM karena melakukan pengundian secara sepihak dengan berbagai macam alasan.
Post a Comment