AJI: Jurnalis Tidak Minta THR dari Narasumber
Bandarlampung - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung mengimbau semua wartawan untuk selalu menjaga marwah dan profesionalisme dengan tidak meminta atau menerima tunjangan hari raya (THR) dari narasumber.
Ketua AJI Bandarlampung Padli Ramdan, di Bandarlampung, Senin, mengatakan jurnalis hanya boleh dan berhak menerima THR dari perusahaan tempat mereka bekerja, bukan dari narasumber, instansi pemerintah atau pun swasta.
Karena itu, katanya lagi, semua perusahaan media wajib memberikan THR kepada pekerja media sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.6 Tahun 2016.
Padli menyebutkan, dalam peraturan itu dijelaskan perusahaan, termasuk perusahaan media, wajib membayarkan hak para pekerja berupa tunjangan hari raya keagamaan yang diberikan paling lambat H-7 Lebaran.
Berdasarkan peraturan baru ini, jurnalis yang telah bekerja selama satu bulan berhak mendapat THR yang besarnya disesuaikan dengan masa kerjanya.
Jurnalis, kata dia, harus menolak semua pemberian narasumber karena ini sesuai dengan pasal 6 Kode Etik Jurnalistik yang isinya, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi indepedensi.
AJI Bandarlampung, kata Padli, juga mengimbau semua pihak untuk tidak memberikan imbalan dan THR dalam bentuk apa pun kepada wartawan.
Pemberian THR tidak mendidik wartawan, tapi justru meruntuhkan nama baik profesi jurnalis, katanya pula.
"Jika memang narasumber, instansi pemerintah dan swasta memiliki alokasi anggaran untuk THR, maka sudah seharusnya peruntukannya bukan untuk kalangan jurnalis. Masih banyak orang kurang mampu yang perlu mendapat bantuan," kata dia.
Wartawan yang tidak mendapat THR dari perusahaan tempatnya bekerja, kata Padli lagi, bisa menyampaikan laporan ke Posko Pengaduan THR di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung. Laporan tersebut nantinya akan ditindaklanjuti dan diadvokasi agar hak THR bisa dibayarkan, ujar dia pula.
Narasumber, lanjutnya, diimbau jangan takut untuk menolak permintaan jurnalis yang secara sengaja mencari-cari keuntungan dengan cara menyalahgunakan profesinya.
"Berani katakan `tidak` untuk wartawan yang hanya mencari THR menjelang hari raya," ujarnya.
Padli menyatakan, dalam surat pernyataan Dewan Pers Nomor: 1/P-DP/III/2008 tentang Praktik Jurnalistik yang Tidak Etis dijelaskan bahwa dengan tidak menyuap, masyarakat turut membantu menegakkan etika dan upaya memberantas praktik penyalahgunaan profesi wartawan.
Padli juga mengatakan masyarakat, instansi pemerintah atau swasta jangan takut untuk melaporkan ke pihak berwajib jika ada pihak yang mengatasnamakan diri wartawan melakukan pemaksaan untuk mendapatkan imbalan atau THR.
Ketua Bidang Advokasi dan Tenaga Kerja AJI Bandarlampung Rudiyansyah mengatakan perusahaan media dan organisasi profesi juga berkewajiban mengingatkan jurnalis dan anggotanya untuk tidak menerima THR dari narasumber.
Organisasi profesi dan perusahaan media harus menegakkan profesionalisme wartawan dan memberikan sanksi kepada jurnalis yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik dengan menerima THR yang tidak legal, katanya pula.
Menurutnya, komunitas wartawan dan pers serta masyarakat harus bahu-membahu memerangi praktik penyalahgunaan profesi wartawan.
Wartawan dan pers yang professional serta teguh menjalankan kode etik akan membawa manfaat dan bisa berperan lebih baik, kata Rudiyansyah pula.
Post a Comment