Posisi Niat di Mata Hukum
Foto: konfrontasi.com
INGIN sedikit nimbrung wacana seputar niat. Gara-gara manuver KPK tentang kasus RS Sumber Waras. Bagaimana kita memosisikan niat di mata hukum?
Pertama, kita tidak diperkenankan menghakimi niat orang lain. Kita menilai perbuatan, bukan niat. Karena perbuatan adalah masalah lahir, yang bisa kita rasakan manfaat maupun mudharatnya. Sedangkan niat adalah masalah batin, dimana hanya Allah saja yang tahu isi hati seseorang.
Rasulullah sangat marah kepada Khalid bin Walid dan Usamah bin Zaid. Itu karena ia menghukumi (membunuh) seseorang berdasarkan (prasangka) niat/motif dari musuhnya. “Mengapa tidak sekalian belah dadanya untuk mengetahui isi hatinya?” seru Rasulullah gusar.
Kedua, dalam kacamata agama, niat baik bernilai pahala. Banyak dalil yang menunjukkan ditetapkannya pahala atas sebuah niat yang baik. Jika niat tersebut diamalkan, maka pahala akan ditulis dan/atau dilipatgandakan sesuai dengan kondisi yang melingkupinya.
Sedangkan niat buruk belum dicatat sebagai dosa. Jika niat buruk tersebut diurungkan, akan bernilai pahala. Jika diwujudkan dalam amal perbuatan, barulah dicatat sebagai dosa tanpa dilipatgandakan. Kecuali dalam kondisi – kondisi khusus.
Ketiga, fakta sejarah bahwa Rasulullah menyerahkan motif dan alasan yang dikemukakan orang – orang munafik kepada Allah ta’ala.
Fakta sejarah pula bahwa Ali bin Abu Thalib memerangi kaum Khawarij, disebabkan mereka memang menyebar teror dan berbuat kerusakan.
Artinya, masalah niat dan hati memang memiliki konsekuensi tapi hanya Allah yang berhak menentukan hukumannya. Khususnya nanti di akhirat. Sedang di dunia, kita baru bereaksi, bertindak dan memutuskan jika sudah dilahirkan dalam bentuk perbuatan. Ini berlaku umum, baik oleh penguasa, polisi, hakim dan lainnya. Mereka hanya boleh menghukumi perkara lahir.
Keempat, pada kenyataannya niat itu dinamis, tidak statis. Satu perbuatan kadang diamalkan dengan beberapa niat sekaligus. Orang-orang shaleh sekalipun, terus beramal sambil terus memperbaiki niat. Niat juga bisa berubah, karena Allah lah yang membolak-balik hati.
Karena itu, menghukumi niat itu perkara yang sangat absurd. Jika kita melakukannya, sama saja dengan kita mengubah derajat dari makhluk yang serba tidak tahu menjadi khaliq yang maha tahu.
Khathimah
Syari’at Islam membawa sisi kemurahan dibandingkan syariat terdahulu. Karena syariat terdahulu, seseorang boleh dihukum hanya gara-gara faktor niat. Sedangkan dalam syari’at islam, hanya amalan yang bisa menghukumi tindakan seseorang.
Hal yang paling mengherankan pada kasus RS Sumber Waras adalah, KPK menggunakan unsur niat untuk membebaskan seorang tersangka dari jerat hukum. Meski alat bukti dan kerugian negara sudah ditetapkan. Jika memang ingin mengelabuhi hukum, setidaknya jangan dengan cara telanjang begini dong. Apa kata dunia? []
Post a Comment