Kebohongan Pernyataan Kadiv. Humas Polri Soal Otopsi Alm. Siyono Korban Densus
Brigjen Agus Rianto mengatakan di Harian Republika, Senin 4/04/16 Hal 9, Bahwa;
“Pertama. Polri telah melaksanakan autopsi dan hasilnya menunjukkan Siyono meninggal Karena Luka akibat benturan di Kepala.
“Kedua. Brigjen Agus menyebutkan Bahwa Luka itu Timbul Karena Siyono melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat didalam mobil”
“Ketiga. selama ini Polri sudah melaksanakan penanganan Siyono sesuai Prosesur hukum, tidak Ada yang ditutup-tutupi. Polri sudah menjelaskan semua. jadi, Masyarakat jangan sampai membuat-buat Opini.”
Saya ingin menjawab pernyataan tersebut diatas;
Pertama. Menurut 9 Dokter Tim Forensik Muhammadiyah dan 1 Dokter Forensik yg diutus Polda. Kondisi Jenazah menunjukkan Bahwa Jenazah Siyono belum pernah dilakukan otopsi sama sekali. Jadi, fakta ilmiah outopsi menunjukkan tdk Ada tanda-tanda Jenazah pernah dilakukan otopsi (Seperti dijelaskan Dokter Gatot, Ketua Tim Forensik yg juga didampingi Dokter forensik dari Polda pada saat konpress didepan Rumah bu Suratmi setelah proses otopsi selesai). Kami tidak paham otopsi macam apa yang dilakukan Polisi Versi Brigjen agus, yang menyatakan Bahwa kematian Siyono disebabkan Karena benturan dikepala. Padahal, 9 Tim Forensik Muhammadiyah ditambah 1 orang Dokter dari Polri, menemukan patah Tulang dibeberapa bagian tubuh Seperti dada dan bagian lain yang diakibatkan benda tumpul, tapi Karena tingginya Etika dan profesionalitas ketika ditanya wartawan Apakah itu penyebab kematian Siyono, Dokter Gatot menyatakan belum kami simpulkan menunggu Uji Mikroskopis atau Uji Lab, dan Akan disampaikan nanti setelah Uji lab.
Kedua. Berkaitan Bahwa Luka diperoleh Karena Siyono melakukan perlawanan, Dokter Forensik Muhammadiyah telah menemukan faktanya, dan Akan menyampaikan secara lengkap setelah Uji Laboratorium.
Ketiga. Justru dari keterangan diatas kelihatan Brigjen Agus atas Nama kepolisian yang beropini tidak didasari pemahaman hukum yang baik, merujuk kepada keterangan Siane Indriani, Anggota Komnas HAM ketika kami berdebat dengan Kapolres dilokasi TKP, Komnas HAM yang meminta Muhammadiyah Untuk membantu mengungkap fakta ini punya hak penyelidikan,(UU 39/99 pasal 89 ayat 3 Untuk melaksanakan fungsi komnas ham dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 komnas ham bertugas dan berwenang melakukan butir (b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.),
artinya sampai pada proses pencairan fakta melalui otopsi, nah apa yang dilakukan Muhammadiyah melalui outopsi atas permintaan Komnas HAM bukan opini tetapi berusaha menemukan fakta
Post a Comment