Waspadai Upaya Asing Memisahkan Papua dari Indonesia
Oleh: Silmi Kafhah
ORGANISASI Papua Merdeka meresmikan kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada Senin (15/2/2016) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Kehadiran lembaga ini bersama perkumpulan negara-negara di kawasan Melansia berperan untuk mendorong referendum Papua ke Dewan PBB (Kompas.com, 15/2). Tetapi, peresmian lembaga ini dibantah keras oleh Pemerintah. Oleh karena itu, pihak Kepolisian Resort Jayawijaya menyita papan kantor ULMWP milik OPM di jalan Trikora, Wamena pada Selasa (16/2/2016) sore (kompas.com, 17/2).
Upaya untuk memisahkan Papua dilakukan melalui tiga strategi: Pertama, terus melakukan perlawanan di dalam negeri melalui sayap militer OPM dan melakukan aksi-aksi non-kekerasan, misal demonstrasi oleh mahasiswa yang jelas menyuarakan kemerdekaan Papua. Kedua, melalui jalur politik dan internasionalisasi isu Papua. Misal, peresmian kantor ULMWP, mengkampanyekan mengenai pelanggaran HAM, penindasan dan ketidakadilan yang diderita rakyat Papua serta terus menyuarakan integrasi Papua ke Indonesia itu tidak sah. Ketiga, terus mendesakkan referendum penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua. Strategi referendum Papua melalui Dewan PBB itu sama seperti strategi pemisahan Timor Timur dari Indonesia.
Pada 1 Desember 2014, sekitar 300 mahasiswa asal Papua berunjuk rasa di bundaran HI Jakarta menyuarakan “Papua Merdeka”. Unjuk rasa tersebut berhasil dihentikan oleh aparat, namun tak terlihat tindakan tegas dari Pemerintah dalam mengahadapi hal tersebut. Pemerintah juga membiarkan LSM liberal asing maupun lokal termasuk pihak gereja gencar menyerukan pemisahan Papua. Sebelumnya, Timor Timur lepas dari Indonesia juga tidak terlepas dari peran Gereja bekerjasama dengan kekuatan imperialis asing dan LSM komprador.
Seharusnya semua puhak wajib mewaspadai adanya campur tangan asing dalam upaya ini, terutama Pemerintah. Pemerintah seharusnya paham dan menyadari bahwa negara-negara imperialis tidak akan membiarkan Indonesia menjadi negara yang utuh dan kuat. Negara-negara ini akan selalu melakukan konspirasi untuk kepentingan ekonomi dan politik mereka.
Pada tahun 1998 pernah muncul rekomendasi dari Rand Corporation, lembaga kajian strategis yang sering memberikan rekomendasi kepada Kemenhan AS, bahwa Indonesia harus terbagi menjadi 8 wilayah. Salah satu yang menjadi prioritas adalah Papua. Hal itu diungkap oleh Hendrajit dkk dalam buku Tangan-tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada 2010. Hal ini membuktikan bahwa memang upaya pemisahan ini tidak lepas dari adanya campur tangan asing.
Sebenarnya senjata ampuh yang digunakan dalam disentegrasi adalah demokrasi. Bercermin dari pemisahan Timor-timur sebelumnya merupakan akibat dari demokrasi. Nilai penting dari sistem demokrasi adalah hak menentukan nasib sendiri, terbukti pada akhirnya timtim memisahkan diri dari Indonesia. Seharusnya ini menjadi alasan kuat untuk menolak sistem demokrasi. Bayangkan, jika tiap wilayah di Indonesia atas nama hak ingin menentukkan nasib sendiri, menuntut merdeka, dipastikan Indonesia akan terpecah menjadi beberapa negara kecil yang lemah tak berdaya.
Mulusnya upaya pemisahan Papua tidak bisa lepas dari kegagalan Pemerintah rezim liberal untuk mensejahterakan rakyat Papua. Meskipun Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Sistem demokrasi telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan perusahaan asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua.
Penting untuk disadari oleh semua pihak Papua, pemisahan Papua di Indonesia tidak akan memberikan keuntungan bagi warga Papua. Meminta bantuan dari negara imperialis untuk memisahkan diri merupakan bentuk bunuh diri politik. Pemisahan Papua dari Indonesia hanya akan membuat Papua lemah. Sebenarnya warga Papua sedang diperdaya demi segelintir elit politik agar mereka mendapat keuntungan.
Tak ada jalan lain jika kita ingin terbebas dari permasalahan ini adalah dengan mencampakkan dan mebuang sistem kapitalisme-demokrasi ini lalu menerapkan sistem syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah Rasyidah. Syariah Islam akan menutup celah bagi negera imperialis memecah dan menguasai negeri ini. Allah SWT berfirman: “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin” (TQS an-Nisa’[4]:141).
Syariah Islam akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama. Kebijakan politik Islam adalah menjamin kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat. Islam menetapkan kekayaan alam yang besar sebagai milik umum, milik bersama seluruh rakyat, yang haram dikuasai swasta apalagi asing.
Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara dan hasilnya akan dihimpun kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat. Patokan dalam pendistribusian itu adalah setiap daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang besar pemasukan dari daerah itu. Sebab, Islam mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan pemerataan kekayaan di antara rakyat dan antardaerah.
Menyelesaikan masalah Papua adalah dengan menghilangkan kezaliman dan ketidakadilan yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan alam itu secara merata. Mari kita berupaya untuk menerapkan syariah Islam secara total pasti akan memberikan kebaikan kepada siapa pun termasuk non-muslim.
Syariah Islam inilah yang akan memberikan kebaikan kepada kita di dunia dan di akhirat. Dengan syariah dan khilafah, Islam sebagai rahmatan lil’alamin akan bisa nyata-nyata diwujudkan. Wallah a’lam bi ash-shawab. []
Post a Comment