Shaf Sholat, Cermin Pergaulan
Oleh: Dini Dewanti,
Ketika adzan berkumandang, waktu pertemuan hati dengan Robb, Allah Swt. Pencipta kita. Shalat secara berjamaah lebih utama dari pada munfarid atau shalat sendirian. Rasulullah Saw. bersabda : “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat!” (HR. Al-Bukhori, dalam Fathul Bari’ no.723)
Dalam detik-detik kehambaan penuh harap dan takut kepada-Nya tersebut, setan penuh siasat dan strategi untuk menaklukan kekhusyuan shalat kita. Begitupula diantara shalat-shalat berjamaah kita. Setan tidak berhenti untuk melakukan tipu daya agar shalat kita penuh dengan kesia-siaan.
Ketika shalat berjamaah, seringkali kita meluruskan shaf shalat. Terutama yang kita perhatikan adalah sajadah atau alas sholat kita. Pernahkah kita sadari, apakah rasululloh menggunakan sajadah pada masanya?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Luruskan shaf kalian, jadikan setentang di antara bahu-bahu, dan tutuplah celah-celah yang kosong, lunaklah terhadap tangan saudara kalian dan jangan kalian meninggalkan celah-celah bagi syaithon. Barangsiapa menyambung shaf maka Allah menyambungkannya, dan barangsiapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutuskannya.” (HR. Bukhori, Abu Dawud no. 666, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abu Dawud)
Begitulah pada masa Rasulullah, shaf shalat rapih dan rapat. Tidak terenggangkan satu dengan lainnya. Kita ambil benang merah dalam kehidupan kita sehari-hari. Marilah kita cermati, umat muslim saat ini. Terpecah atau terkotak-kotak padahal kita berasal dari umat yang satu, umat Rasulullah Saw.
Shahabat Nu’man bin basyir berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kepada manusia (jamaah shalat) lalu bersabda, “Luruskan shaf-shaf kalian (beliau menyebutkannya tiga kali)! Demi Allah, sungguh-sungguh kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan benar-benar membuat hati-hati kalian berselisih.” Maka Nu’man bin Basyir pun melihat seseorang menempelkan bahunya kepada bahu orang disebelahnya, dan mata kakinya dengan mata kaki orang yang disebelahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Seperti dalam barisan shalat berjamaah. Kita hanya memperhatikan kerapatan shaf sajadah antar kita, bukan lagi antar bahu atau antar mata kaki dengan orang yang shalat di sebelah kita. Begitulah amal pergaulan antar umat muslim di masyarakat ini.
Kita sibuk memperhatikan kepentingan umat dalam golongan dan bendera kita masing-masing. Akankah, suatu hari kita semua memiliki paradigma yang sama? Merapatkan shaf dan barisan dalam pergaulan kita sesama umat muslim. Suatu hari, itulah yang menjadikan Si Yahudi takut kepada kekuatan jamaah kita. Jamaah umat muslim sedunia. Wallohu’alam. []
Post a Comment