Pendidikan Hari Ini
GAMBAR ini hanyalah fiktif belaka. Namun, jika benar terjadi seperti ini, siapa yang salah? Tentu saja banyak dari kita yang berpikir bahwa ini adalah salah si Udin. Siswa kelas VI SD yang “terlihat” tidak tahu siapa nama Presiden Indonesia pertama, yang “terlihat” tidak tahu apa nama ibukota Provinsi Jawa Barat, yang “terlihat” tidak tahu berapa jumlah provinsi di Indonesia, dan yang “terlihat” tidak tahu mengapa manusia disebut makhluk sosial. Apakah benar si Udin yang “terlihat” tidak tahu itu benar-benar tidak tahu?
Coba kita ubah sudut pandang kita. Jika tadinya kita menilai dari sisi yang berseberangan dengan si Udin, sekarang mari kita berpindah posisi, sejajar dengan si Udin. Sebelum mengerjakan soal ujian, si Udin lebih dahulu mengisi identitasnya. Setelah itu dia tidak langsung mengerjakan soal, ia masih meluangkan waktu sejenak untuk membaca petunjuk pengerjaan soal. “Jawablah pertanyaan berikut dengan ‘Benar’ dan ‘Tepat’. Si Udin tahu bahwa petunjuk pengerjaan soal adalah perintah yang harus diikuti. Artinya, ia diperintah untuk menjawab pertanyaan dengan ‘Benar’ dan ‘Tepat’.
Lalu ketika si Udin sudah menjawab soal mengikuti petunjuk yang ada, jawabannya tidak dibenarkan sedikitpun oleh sang Guru, si Udin memperoleh nilai 0. Bisa saja muncul dalam benak si Udin, “Apa yang diinginkan guru saya? Sudah saya ikuti semua petunjuknya, tapi jawaban saya salah semua. Ini saya yang bodoh, atau guru saya yang punya masalah dengan kesadarannya?”.
Namun sangat tidak mungkin hal ini si Udin sampaikan pada Sang Guru. Karena yang ia tahu, Guru adalah seorang yang digugu dan ditiru. Tidak mungkin seorang yang digugu dan ditiru menilai kemampuannya dalam keadaan tidak sadar. Lantas, sadarkah Sang Guru bahwa ia adalah sosok yang digugu dan ditiru? Sadarkah Sang Guru, bahwa penilaian terhadap peserta didik harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya menilai peserta didik tapi juga menilai dirinya sebagai pendidik.
Banyak di antara kita, yang berprofesi sebagai guru, sering mengeluhkan ketidakmampuan peserta didik kita dalam memahami pelajaran yang kita sampaikan. Sering mengeluhkan ketidakpedulian peseta didik terhadap kita saat berlangsungnya proses pembelajaran. Peserta didik yang sering ribut di kelas, sibuk dengan urusannya sendiri tanpa menghargai keberadaan guru.
Namun sedikit sekali yang melakukan introspeksi diri, apa yang salah sehingga peserta didik tidak peduli dengan keberadaan guru, apa yang salah sehingga peserta didik tidak mampu memahami apa yang disampaikan guru. Tidak mungkin muncul akibat tanpa didahului oleh sebab. Kesalahan yang dilakukan seseorang bisa diakibatkan oleh kesalahan orang yang mengajarinya.
Harus diakui bahwa itulah potret “kecil” pendidikan kita hari ini. Kecil namun berdampak besar. Karena seperti yang kita tahu, “Jika seorang dokter melakukan kesalahan nyawa satu orang bisa terancam, namun jika seorang guru melakukan kesalahan maka rusaklah satu generasi”. Untuk kita barisan para guru, tetap semangat menuntut ilmu, dan jangan malu menjadikan peserta didik sebagai guru, evaluasi diri itu perlu. []
Post a Comment