Pakar Hukum UI: Mengutip Hadis Nabi Soal LGBT Bukan Hate Speech
PAKAR Hukum Universitas Indonesia, Dr. Heru Susetyo SH, LL.M, M.Si menegaskan, mengutip hadits Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi Wa Sallam terkait hukum LGBT, bukanlah bentuk ujaran kebencian atau hate speech.
Ia menegaskan, persoalan LGBT bukan perkara baru, tapi sudah ada sejak zaman para Nabi. Bahkan Heru menantang: jika ada yang tak suka hadis itu, gugat saja Nabinya.
“Apa yang dikutip Tifatul Sembiring dalam renungan Jumat dalam akun twitternya, bukanlah bentuk hate speech. Itu hadits Nabi yang sudah ada sejak 15 abad yang lampau. Siapa saja boleh mengutip Al Qur’an. Jika tidak ada yang sepakat, cari saja sumber yang lain,” kata Heru Susetyo kepadaIslampos di Masjid Ukhuwah Islamiyah, komplek UI, Depok, belum lama ini.
Seperti ramai dibicarakan sebelumnya, Mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Tifatul Sembiring dalam kicauan twitternya mengutip hadits Nabi Muhammad saw yang berbunyi, “RenunganJumat:.. yang berbuat dan pasangannya dan siapa yg menyetubuhi binatang maka bunuhlah dia dan binatang itu ~ HR. Ahmad,” kicau Tifatul seperti dikutip dari @tifsembiring, Jum’at (26/2/2016).
Kicauan ini mendapat tanggapan beragam dari netizen. Ada yang mengkritisi keras, namun tak sedikit yang mendukung. Salah satu yang menolak adalah sutradara ternama Joko Anwar.
Joko bahkan menuding Tifatul menyebarkan hate speech. “Hai @tifsembiring, selamat akan tersangkut hate speech. Silahkan telan pil anda sendiri. Salam.” Joko Anwar juga mencantumkan surat edaran kapolri soal hate speech.
Menanggapi tuduhan hate speech, dosen hukum UI itu menegaskan, mengutip hadits Nabi atau ayat Al Qur’an tidak bisa dikatakan sebagai bentuk hate speech.
Hadits itu, terang Heru, sifatnya universal, bukan tertuju pada orang per orang atau kelompok tertentu. Dikatakan hate speech,jika seseorang menyebut nama secara langsung, dan mengatakan si fulan akan masuk neraka.
“Siapa bilang, kalangan akademis atau siapapun dilarang mengutip hadits atau ayat al Qur’an dalam karya tulisnya. Memangnya agama tidak ilmiah?” tanyanya.
Sumber ilmu itu, lanjut Heru, datang dari agama (Iman, ilmu dan amal). Bahkan, sumber hukum di Indonesia, termasuk hukum perdata, semuanya bersumber dari hukum Islam.
“Karenanya, tidak bisa kita meniadakan agama, ketika bicara hukum,” ungkap Heru.
Jika ada pihak, bahwa mengutip Al Qura’an atau Hadits dianggap tidak ilmiah, maka ia tidak pernah sejarah hukum di Indonesia.
Begitu juga mereka yang mengatakan, bicara hukum atau kehidupan harus dipisahkan dari agama, itu namaya cara berpikir yang sekuler.
Sekali lagi, kata Heru, Indonesia memang bukan negara Islam, tapi juga bukan negara sekuler, tapi negara ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Agama tak bisa dipisahkan dari proses sejarah bangsa. Dan agama adalah sesuatu yang tak terpisahkan dari kepribadian bangsa Indonesia. Negara tanpa agama, berpotensi hancur. Sumber hukum yang datang dari agama, harus diatur dan dikelola, bukan malah dihilangkan.”
Lagipula, kata Heru, ujaran kebencian atauhate speech merupakan aturan yang belum jelas, belum terangkum dalam KUHP. Dan,hate speech masih bersifat surat edaran dari Kapolri.
“Itu hanya wacana ilmiah, bukan produk hukum.” (Ds)
Sumber: Islampos
Post a Comment