Memang Muslim Lebih Baik
Makin kesini, makin kelihatan bahwa saya percaya kata-kata guru kami Ust. Adnin Armas bahwa Aqidah adalah kriteria utama. Guru kami lainya Dir. Eks. INSISTS, ust. Syamsuddin Arif juga sudah memperingatkan akan bahaya “false dilemma”. False dilemma itu berbunyi: “lebih baik kafir yang gak korup daripada Muslim yang korup!”. Ini sama saja seperti: “Islam liberal hadir untuk melawan Islam fundamentalis”.
False Dilemma diajukan supaya anda berpikir bahwa pilihannya hanya 2, bahwa operator logikanya adalah “either-or”. Seolah-olah Muslim tak ada yang baik, dan orang kafir tak ada yang korup. Padahal?
False dilemma ini juga efektif sebagai klaim sepihak yang prematur. Kita harus jeli dengan yang mengatakann “ga papa kafir yang penting gak korupsi”, seolah-olah yang ia dukung benar-benar tdk korupsi, padahal harus dibuktikan dulu.
Sekarang kata-kata begitu murahan, seolah tak ada lagi kaitannya dengan kebenaran. Yang penting klaim. Tiap ada masalah, segera mencari kambing hitamnya, yang penting ribut, benar salah belakangan diurus. Banjir dibilang masalah gampang, padahal tidak tertangani. Kalo kepepet, bilang aja sabotase. Segampang itu?
Justru dengan kenyataan yang sudah terpapar jelas ini, makin mantaplah kita meyakini bahwa Umara dan Ulama semestinya bergandengan tangan. Bagaimana jika bukan Muslim? Tidak akan tegak ajaran Islam tanpa kepemimpinan yg Islami. Dan kita baru saja membuktikannya.
Ketika bulan menutupi matahari, apa reaksimu? Engkau mau tundukkan kepala atau berpesta pora? Apa yg engkau harapkan dari generasi yang hanya bisa selfie dan foto-foto ketika gerhana? Ataukah engkau lebih suka menaruh harapan pada mereka yang keningnya bersujud di hadapan-Nya?
Pemimpin mana yang lebih kau sukai? Yang memimpinmu dalam ketaatan atau yg menjauhkanmu dariNya?
Beginilah Islam, sejak dahulu dijadikan komoditas politik. Setiap saat diprovokasi. “Jangan bawa-bawa agama ke dalam politik!” Begitu kata mereka yang kemudian mengebiri Islam lewat politik.
“Jilbab budaya Arab!” Padahal ini pakaian kehormatan Muslimah. Karena kehormatan, mereka berjilbab. Tapi begitu Musim pemilu tiba, artinya musim berjilbab. Tiba-tiba ramai politikus sekuler berjilbab.
Org bersorban dibilang wahabi, padahal banyak pahlawan nasional bersorban. Kita diajak benci sama Arab. Padahal ulama-ulama kita semua belajar ke Arab. Nggak ada tuh yg ke Cina.
Dulu Belanda mewaspadai orang yang naik haji, sebab pulangnya mereka bawa semangat jihad. Yang pulang dari Amerika bawa semangat apa?
Perjuangan kemerdekaan tak akan sedahsyat itu tanpa fatwa jihad KH. Hasyim Asy’ari. Setelah itu, kapan pun negara terancam, umat Muslim siap berjihad. Tapi setelah keadaan aman, orang-orang sekuler pura-pura lupa.
Musim pemilihan adalah musim memanipulasi umat Muslim. Siapa yang tidak tau fakta ini?.
Yang dahulu bilang jangan membawa agama ke dalam politik, di musim pemilihan ya berpolitik dengan agama juga. Kemudian diadudombalah umat Muslim dgn isu-isu Maulidan, tahlilan, yasinan. Apa belum juga melihat polanya? Kalau ada calon kuat dari umat Muslim dihembuskanlah isu, “Nanti dia akan melarang Maulidan!”.
Sekarang siapa yang mempersulit izin Maulidan? Bukan Muslim yg difitnah beramai-ramai dulu, kan?
Kita disibukkan dengan hal-hal kecil agar mereka bisa meraup untung yang besar-besa bran. Stop being naive!
Umat Muslim kampanyekan pemimpin Muslim dilarang, padahal umat lain ada yang kampanye di rumah ibadahnya.
Coba pikirkan: kenapa tiba-tiba kubu yang tadinya tidak mau membawa agama, namun sekarang malah membawa Islam dalam kampanyenya.
Kenapa tidak ada kampanye: “Saya Syi’ah, Saya Dukung ______”? Padahal kelihatan jelas.
Kenapa tidak ada kampanye “Saya Pengikut JIL, Saya Dukung ______”? Padahal kenyataan itu begitu jelas.
Kenapa tidak ada kampanye “Saya Banci, Saya Dukung _____”? Padahal semuanya begitu jelas.
Jawabannya simpel saja: Karena umat Muslim hanya dipermainkan. Kita hanya dianggap komoditi politik. Tidak lebih.
Mereka tahu, untuk memegang kendali, umat Muslim-lah yang harus mereka manipulasi pikiran dan perasaannya. Bukan yg lain Mereka hanya butuh suara umat Muslim. Hanya SUARA! Tidak lebih! Setelah itu, akan dicampakkan seperti yang sudah-sudah. Setelah ini semua selesai, para komprador akan dapat bagiannya masing-masing dan umat dibiarkan menderita.
Begitulah semua rekayasa murahan ini meyakinkan saya bahwa memang Muslim Lebih Baik. Tidak semua Muslim pantas memimpin, namun kita harus memilih yang terbaik bagi umat. Kepada Allah kita bertanggung jawab. Semoga Allah mengikat hati kita di barisan pembela kebenaran. Aamiin
Akmal Sjafril
Post a Comment