Fadhlan Garamatan Akui Ada Provokasi Tokoh Gereja di Jayawijaya
TOKOH Muslim Papua, Fadhlan Garamatan mengaku prihatin dengan sembilan poin yang terdapat dalam pernyataan sikap Persekutuan Gereja-gereja Jayawijaya (PGGJ). Fadlan menilai, larangan tersebut benar adanya dan merupakan bentuk intoleransi terhadap umat Islam di Jayawijaya, Papua.
“Info itu benar, cuma kita tidak perlu berlebihan merespon karena banyak hal. Seperti diketahui, penduduk di Jayawijaya itu heterogen, dam para pengusaha disana kebanyakan pendatang, dan ada banyak kepentingan elit politik di wilayah tersebut,” ujar Fadhlan saat dihubungi Islampos, Jum’at (4/3).
Jika bicara hukum positif, kata Fadhlan, isu ini jelas-jelas berunsur SARA dan melanggar HAM. Kondisi Wamena berbeda dengan Tolikara. Sebab, setiap gerakan di Wamena pasti disoroti oleh berbagai pihak di luar Wamena.
Padahal, sambung Fadhlan, pemerintah dalam rapat-rapat FKUB dua pekan sebelumnya sudah menyatakan sikapnya untuk tidak berbuat diskriminasi terhadao kelompok minoritas.
“Ini juga di dukung oleh perwakilan gereja-gereja Katolik. Dan, satu hal, markas TNI juga berada di Wamena untuk berjaga-jaga,” ungkap Pimpinan Al Fatif Kaffaah Nusantara (AFKN).
Dikatakan Fadhlan, dari ketiga hal tersebut, sebenarnya mudah saja bagi umat Islam untuk menolak tuntutan tersebut. Terpenting, dilakukan dengan menempuh jalur yg tepat, yaitu melalui advokasi birokrasi.
“Sebenarnya yang mempermasalahkan atau menyampaikan petisi tersebut hanya segelintir orang saja. Mereka hendak mengompori jemaatnya yang tidak paham. Itu mirip kasus Tragedi Tolikara. Jika kita mau bersabar, Insya Allah ada jalan keluar, tanpa terjadi pertumpahan darah,” ungkap Ustadz asal Fakfak ini.
Menurut Fadzlan, bisa jadi isu ini dihembuskan untuk menggoyang stabilitas keamanan dalam negeri. Terlebih, tahun depan, eskalasi politik semakin tinggi, dengan rencana bupati yang sekarang hendak mencalonkan lagi untuk memimpin wilayahnya. Sebab bupati yang sekarang masih mau mendengar masukan-masukan dari perwakilan muslim.
“Tahun depan, dimungkinkan akan ada perwakilan GIDI, kelompok Kristen garis keras, yang ikut mencalonkan diri. Mereka menggunakan strategi ‘test the water’ untuk mewujudkan harapannya. Sikap umat muslim kali ini sangat menentukan,” ujar Fadhlan.
Ia berharap, kaum muslimin di manapun berada, yang bertanya tentang kondisi di Jayawijaya, agar tidak terpancing dan terprovokasi.
Fadzlan juga menegaskan, kita jangan terfokus pada Tolikara saja, tapi juga Jayawijaya sebagai pintu utama masuknya Islam di seluruh pegunungan tengah Papua.
Pekerjaan rumah kita, lanjut Fadlan, masih sangat banyak. apalagi di Jayawijaya, banyak muslim putra daerahnya di sana. (Dt)
Post a Comment