Sang Ayah Ideologis
Frizky*
Ustadz Anuraga, begitulah kami, para penerima beasiswa rumah kepemimpinan menyebutnya. Memang para penerima beasiswa ini dicarikan sosok murabbi pilihan. Tentunya kami bertanya-tanya siapakah sosok Murabbi yang dipilihkan untuk kami. Sempat ada spoiler bahwa murabbi kami adalah seorang akademisi yang menginspirasi. Penasaran mendengar itu, kami tidak pernah berhenti untuk mencari tahu biodata dan latar belakang sang murabbi.
Awal pertama kali mentoring dengan beliau. Beliau meminta kami semua untuk datang ke sebuah masjid yang beradadi luar kampus. “hmmm, tumben mentoring engga di masjid kampus”, pikirku saat pertama kali mentoring. Ya, mungkin kebetulan ustadz Anuraga sedang melakukan penelitian di luar kampus. Pasalnya kami mendapat spoiler bahwa murabbi kami adalah seorang akademisi. Kami mencari tahu di mana letak masjid tersebut. Ternyata masjid tersebut tidak jauh dengan lokasi asrama tempat kami tinggal sekarang. Dinginnya suhu sepertiga malam tidak membuat kami para mutarabbi mundur untuk bertemu sosok murabbi yang katanya akademisi tersebut.
Sesampainya di sana, kami langsung buru-buru mengambil wudhu dan melaksanakan shalat berjamaah bersama warga disana. Suara lantunan ayat suci terdengar syahdu dari seorang laki-laki bersosok rapih yang kebetulan waktu itu menjadi imam. Dengan khusu’ kami mendengar lantunan syahdu tersebut. Selepas shalat subuh, kami langsung berkumpul di pojok belakang masjid.
“Assalamualaikum”, seseorang yang tadi menjadi imam shalat menyapa kami yang dalam pikirannya penuh pertanyaan tentang siapa yang akan jadi murabbi mereka
“waalaikumsalam”, sontak kami semua menjawab salam beliau
“ ini dari ppsdms bukan?”, beliau bertanya seolah-olah bahwa ia sedang bertanya kepada calon anak-anak binaannya.
“iya pak, Bapak Anuraga?”, salah seorang bertanya kepada beliau
“oh iya, kita mentoring di sini ya”, ujar pak Anuraga
Seperti itulah kesan pertemuan pertama kami bersama murabbi kami. Ternyata murabbi kami sangat luar biasa sekali kalau menjadi imam. Di sana kami saling berkenalan. Seperti yang sudah dispoiler kan bahwa murabbi kami memang seorang dosen dari fakultas peternakan.
Pertemuan demi pertemuan kami jalani, ustadz Anuraga memberikan kami banyak sekali cerita pengalaman masa remajanya, pengalaman kuliahnya, hingga pengalaman bertemu dengan akhwat yang sekarang menjadi istrinya. Itu membuat kami selalu excited dalam menjalani pertemuan mentoringnya. Setelah beberapa pertemuan, akhirnya kami baru menyadari bahwa tenyata murabbi kami adalah dosen berprestasi fakultas peternakan IPB, doktor termuda di IPB, selain itu beliau merupakan seorang alumnus dari Zurich University, Swiss. Satu almamater bersama Albert Einstein. Bahkan selama di Jerman, beliau sering dimintai profesornya untuk menghitung statistic data. Pernah suatu ketika beliau sedikit intermezzo kepada kami.
“Dulu saya adalah mahasiswa DO-an IPB, sebenarnya awalnya saya mengambil S2 di IPB. Ternyata karena ada miss dengan dosen pembimbing saya, akhirnya saya keluar dari IPB dan Alhamdulillah saya mendapat beasiswa ke Jerman. Ternyata jadi lulusan terbaik di luar negeri engga sesusah lulus IPB”, ujar ustadz Anuraga dengan nada sedikit bercanda. Di sana kami tertawa bersama mengingat memang perjuangan kuliah di IPB cukup menguras pikiran dan tenaga.
Seorang teman pernah berkata bahwa seorang murabbi sudah dianggap dekat dengan mutarrabinya ketika mereka bisa sampai diajak untuk mentoring di rumahnya. Beberapa kali pertemuan, kami langsung di ajak untuk mentoring di rumah beliau. Betapa bangganya kami mahasiswa biasa bisa berinteraksi dengan seorang dosen berprestasi yang terus bisa memicu motivasi diri hingga bisa di ajak untuk mengunjungi rumah beliau. Di sini kami baru menyadari alasan kenapa ustadz Anuraga selalu minta kami untuk mentoring di masjid luar kampus, ternyata karena memang ini adalah siasat ustadz Anuraga agar kami semua tidak canggung untuk mentoring di rumah beliau. Pasalnya rumah beliau ternyata berdekatan dengan masjid tempat kami biasa mentoring.
Kelucuan dan kegemasan putra beliau selalu menghiasi hari minggu pagi kami. Rumah yang sepertinya memang didesain sebagai pusat dakwah ini memanglah sangat nyaman dan kondusif bagi kami untuk terus menggali ilmu-ilmu islam lebih dalam lagi. Terlebih pengalaman-pengalaman kampus di luar negeri, bagaimana kemudian kami menjadi seorang yang minoritas hingga cara kami menghormati orang-orang mayoritas nonislam di luar negeri. Ah, betapa bangganya punya murabbi seperti beliau.
Satu hal yang selalu membuat kami selalu senang mentoring dengan beliau adalah kami selalu diberikan sarapan makanan yang sehat dari istri beliau. Betapa tidak, ternyatajodoh memang adalah cerminan diri. Istri beliau dulunya dalah mahasiswa beprestasi dan sekarang sedang menjadi staff pengajar di jurusan ilmu gizi. Artinya setiap pagi mentoring, kami selalu mendapat asupan gizi yang baik untuk tubuh. Tidak jarang kelompok mentoring lain iri dengan kelompok mentoring kami.
Inspirasi beliau tidak berhenti di sana. Beliau mengajarkan islam kepada kami sesuai dengan kapasitas yang kami punya. Materi yang diajarkan bukanlah materi yang berat untuk dicerna. Itu yang membuat kami selalu senang dan tidak pernah “kabur” dari mentoring-mentoring kami. Berkat beliau, semangat-semangat kami dalam mengemban amanah-amanah kampus tidak pernah padam. Walaupun kami jauh dari orang tua kami, kami merasa mempunyai orang tua kedua disini. Bukan orang tua biologis, melainkan orang tua ideologis. Ustadz Anuraga, sang ayah ideologis. (dakwatuna.com/hdn)
*Lahir dari keluarga yang sederhana. Mencoba meraih mimpi dengan meniti ilmu di Kampus Rakyat Institut Pertanian Bogor. Saat ini sosok Ryan Frizky sedang duduk di semester tujuh jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Beberapa pengalaman yang dipunyai oleh seorang Ryan adalah founder Inspiranessia, Desain Untuk Negeri, Kita Gerak, dan CEO Baju Gue Halal. Sekarang Ryan sedang aktif menjadi seorang peserta dua beasiswa yakni Bidik Misi IPB dan Rumah Kepemimpinan PPSDMS. Ryan aktif di organisasi dan kepanitiaan serta tak lupa dengan kewajibannya sebagai seorang da’i produktif. Ryan bercita-cita menjadi seorang ustadz yang juga merupakan CEO sebuah E-Commerce makanan halal tingkat internarsional.
Post a Comment