Karena Berkeluarga Adalah Fitrah
Oleh : Ustz. EKO YULIARTI SIROJ
“Karena Berkeluarga Adalah Fitrah”
Ada Khadijah yang merindu. Merindukan sesuatu yang hilang dan mengharapkannya kembali.
Ada Muhammad yang gemilang. Pemilik sifat mulia, cerdik dan jujur, yang diminta Khadijah untuk membawa barang dagangan miliknya ke Syam ditemani seorang pembantu bernama Maisarah dan pulang membawa keuntungan yang berlimpah.
Khadijah sepeti menemukan barang yang hilang dan sangat ia harapkan itu. Sudah banyak pemuka kaum yang melamar Khadijah untuk menikahinya. Namun Khadijah tidak mau.
Tiba-tiba…ketika kafilah dagang Muhammad kembali dari negeri Syam dengan capaian yang fenomenal, ia teringan rekannya Nafisah binti Muniyah. Dia meminta rekannya ini untuk menemui Muhammad dan membuka jalan agar mau menikah dengan Khadijah.
Ternyata beliau menerima tawaran itu, lalu beliau meneui paman-pamannya untuk memohon restu. Kemudian paman-paman beliau menemui paman-paman Khadijah untuk mengajukan lamaran. Setelah semua dianggap beres, maka perkawinan siap dilaksanakan.
Dua bulan sepulang dari Syam, Bani Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar menjadi saksi pernikahan agung itu. Dengan mas kawin dua puluh ekor unta muda, Muhammad menikahi Khadijah seorang perempuan terpandang, cantik, pandai, dan juga kaya.
Demikian Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury menjelaskan pernikahan Muhammad dengan Khadijah dalam kitab siroh yang terkenal Ar-Rohiqul Makhtum.
Rasa itu tersimpan cukup lama dihati seorang pemuda bernama Ali bin Abi Thalib. Rasa yang muncul pertama kali saat Ali melihat Fathimah membersihkan luka sang ayah dengan penuh kasih sepulang sang ayah dari medan perang.
Remuk redam hati Ali saat ia tahu satu demi satu pemuka sahabat mengajukan lamaran kepada Rasulullah untuk menikahi putrinya.
Namun hati Ali kembali berbunga saat jawaban yang diberikan Rasulullah selalu saja “Dia (Fathimah) masih kecil.”
Bunga-bunga di hati Ali tak kunjung bertambah karena ia tidak memiliki keberanian untuk mengajukan lamaran kepada Rasul mulia.
Hingga suatu hari Abu Bakar RA mendatanginya dan menanyakan mengapa ia tidak mengajukan lamaran kepada Fathimah putri Rasulullah SAW. Antara bahagia karena Abu Bakar begitu kuat mendorongnya untuk menikah dan tidak percaya diri karena tidak memiliki apa-apa, Ali mengambil sebuah keputusan berani. Ya…ia akan menemui Rasulullah SAW.
Ummu Salamah yang saat Ali mendatangi Rasulullah sedang berada di rumahnya menceritakan dengan agak detil bagaimana pertemuan Ali dan Rasulullah berlangsung.
Rona merah muka Ali karena malu, bicara gugup sambil tertunduk, wajah Rasulullah yang berbinar bahagia menerima pinangan Ali, dikisahkan Ummu Salamah dengan begitu lengkap.
Bahkan kondisi ekonomi Ali yang dipaparkan dengan jujur dan didiskusikan bersama Rasulullah menambah indahnya perjalanan Ali memulai berkeluarga. Seekor unta, sebilah pedang dan seperangkat baju besi, hanya itu yang dimiliki Ali. Dan Rasulullah memilih baju besi sebagai mahar Ali untuk menikahi Fathimah.
Berkeluarga memang fitrah setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan. Fitrah yang salah satu maknanya dijelaskan oleh Imam Al-Qurthuby dalam tafsirnya sebagai khilqoh; anugerah pemberian Allah SWT.
Dan setiap orang memiliki anugerah itu. Anugerah kecenderungan untuk memiliki pasangan dan berketurunan.
Islam adalah agama fitrah, dan manusia diciptakan Allah SWT dengan fitrah ini. Karenanya Allah SWT memerintahkan manusia untuk menghadapkan diri mereka ke agama fitrah agar kehidupan yang dijalani sesuai dengan fitrah yang Allah anugerahkan dan tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah, disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Ruum : 30]
Ibnu Abdul Bar seperti yang dikutip Al-Qurthuby dalam tafsirnya menjelaskan bahwa fitrah ini harus dijaga agar ia salamah dan istiqomah (selamat dan tetap lurus/konsisten). Yang membuat ia selamat dan lurus adalah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah yaitu dienul Islam.
Adakah fitrah yang yang tidak selamat & berbelok?
Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA berikut menjadi jawabannya.
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُننَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tidak ada bayi yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Bukhari)
Para ulama menyebutkan bahwa secara khusus yang dimaksud dengan fitrah dalam hadits ini adalah setiap bayi yang dilahirkan memiliki pengetahuan tentang Robb-nya. Maka saat manusia tumbuh menjadi dewasa, pengetahuan tentang Robb ini sangat ditentukan oleh lingkungan tempat ia tumbuh.
Dan lingkungan terdekat dari seseorang adalah ORANG TUA nya.
Diantara fitrah (dalam pemahaman yang lebih umum) yang dimiliki manusia adalah keinginan dan kebutuhan untuk menikah dan berkeluarga. Bahkan para nabi dan rasul sebagai makhluk Allah yang normal, mereka menikah dan berkeluarga. Karena berkeluarga adalah kebutuhan, maka Allah memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya.
Lihatlah kisah diatas, bagaimana kecenderungan untuk menikah itu bermula dari Khadijah dan ia membuka jalan sedikit demi sedikit untuk mengupayakannya.
Tidak ada aib disana karena ia merencanakan dan menjalani perencanaan dengan sangat rapi tanpa melanggar aturan. Bahkan urusan usia sang calon istri yang jauh diatas calon suami tidak menjadi penghalang untuk berkeluarga.
Karena menikah adalah fitrah, maka jalan ke arahnya harus sesuai dengan aturan Allah.
Pun demikian dengan jalan yang ditempuh Ali bin Abi Thalib. Karena menikah itu fitrah, ia beranikan diri menghadap Rasulullah untuk meminang putrinya dengan kondisi Ali yang serba minim.
Tapi lihatlah bagaimana respon Rasulullah SAW? Beliau begitu bahagia, menerima lamaran Ali dengan wajah cerah ceria. Karena walau kondisi ekonominya minim, tapi Ali memiliki banyak keutamaan yang tidak dimiliki sahabat lain. Rasulullah bahagia…karena MENIKAH ITU FITRAH.
Dalam urusan MAHAR, Islam juga memberi kemudahan.
Ada Rasulullah Muhammad yang menikahi Khadijah dengan mahar dua puluh ekor unta muda. Nilai yang sangat besar bahkan untuk situasi saat ini. Karena unta muda (unta merah) adalah unta yang harganya paling mahal.
Ada Ali bin Abi Thalib yang menikahi Fathimah binti Rasulullah dengan mahar seperangkat baju besi senilai 40 dirham menurut sebagian riwayat.
Keduanya berjalan lancar dan mengantarkan mereka kepada pembentukan keluarga harmonis yang penuh berkah hingga anak cucu, kaum kerabat bahkan para sahabatnya.
Tidak ada yang memberatkan dalam mahar, karena menikah dan berkeluarga adalah fitrah.
Fitrah berkeluarga antara laki-laki dan perempuan.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(Q.S. Al Hujurat Ayat 13)
Sepanjang sejarah manusia, Allah SWT seolah menegaskan bahwa sesuai dengan fitrah pernikahan dan pembentukan keluarga dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Ada Adam dan Hawa, ada Ibrahim dan Hajar, ada Yusuf dan Zulaikha, ada Muhammad dan Khadijah.
Dan Allah SWT memberikan contoh bagi umat manusia bagaimana akhir cerita suatu kaum yang keluar dari fitrah yang Allah anugerahkan. Kaum nabi Luth adalah sebuah contoh, bagaimana perilaku menyimpang yang mereka lakukan justru mengundang adzab yang sangat besar dari Allah SWT. (silakan pelajari surat Huud ayat 77-82).
Hari ini, kita menghadapi sebuah gelombang besar. Gelombang yang mengajak manusia untuk meninggalkan fitrahnya. Gelombang yang menuntut agar penyimpangan fitrah yang dilakukan segelintir orang bukan diobati tetapi dipermaklumkan atas nama hak asasi manusia. Gelombang yang akan meruntuhkan tatanan berkeluarga dan bermasyarakat itu dipaksakan untuk diterima oleh semua kalangan di semua Negara karena mereka menitipkan suaranya kepada komisi perempuan PBB.
Mereka kaum lesbi, gay, biseksual dan transjender (LGBT) menuntut agar perilaku menyimpang mereka diakui tidak hanya oleh masyarakat akan tetapi diakui oleh Negara.
Pernahkah kita membayangkan sebuah keluarga yang terdiri dari dua orang laki-laki dewasa atau dua orang perempuan dewasa dan seorang atau dua orang anak (adopsi) hidup ditengah masyarakat kita?
Keluarga yang tanpa perlu berfikir panjang bisa memutuskan ikatannya dan membentuk keluarga baru? Keluarga yang tak memiliki orientasi dan tujuan yang jelas untuk apa mereka bersama-sama? Apakah dari keluarga model ini akan hadir sakinah, mawaddah dan rahmah?
Tentu saja ..TIDAK.. karena berkeluarga memiliki ruh dimensi waktu yang sangat panjang. Bukan hanya saat mereka ada bahkan saat mereka telah tiada keluarga menjadi teladan bagi generasi selanjutnya seperti keluarga Ibrahim AS dan keluarga Muhammad SAW yang hingga kini kita sebut keduanya dalam shalawat kita.
Maka berhati-hatilah terhadap gerakan yang dilakukan kelompok ini yang upayanya merambah kehidupan kita terutama dilakukan dengan menggunakan media.
Film yang ditonton anak-anak kita tanpa menyebutkan identitas yang jelas seperti sponge bob atau teletubbies.
Artis atau comedian laki-laki yang penampilannya gemulai seperti perempuan.
Olah raga berat yang dilakukan oleh kaum perempuan seperti gulat, tinju, angkat besi, dll.
Jika tidak dihentikan, maka gelombang itu akan merasuk ke dalam masyarakat kita.
Naudzu billah tsumma naudzu billah.
Dipersembahkan oleh grup WA - MANIS - MAJELIS IMAN ISLAM
- Twitter: @GrupMANIS
- Blog: www.grupmanis.blogspot.com
Sebarkan! Raih pahala...
Post a Comment