Push Factor dan Pull Factor Gelombang Pengungsi Suriah ke Eropa
Oleh Arya Sandiyudha*
Alhamdulillah, kami disanggupkan meluncur dengan lancar ke studio TV One untuk hadir memberi pandangan dalam program AKI Malam. Alhamdulillah, hal-hal utama telah tersampaikan, namun mengingat waktu di TV tidak terlalu leluasa, artikel ini semoga bisa menggenapi pandangan kami.
Para pengungsi Suriah dan lainnya yang berbondong ke Eropa dipengaruhi faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor).
Faktor Pendorongnya:
- Utamanya adalah masih berlanjutnya Rezim Suriah dalam represi dan terlibat dalam konflik vertikal dengan warga sipil, hingga membantai rakyatnya sendiri.
- Negara-negara tetangga langsung yang menjadi tetangga Suriah seperti Iraq juga terlibat konflik. Lebanon juga meskipun negara kedua tertinggi menampung pengungsi Suriah, namun juga terlibat konflik dengan Jabhah An Nusrah dan faksi Suriah lainnya. Selain juga secara domestik Lebanon tengah menghadapi krisis sampah yang menuntut Perdana Menterinya mundur. Jordan juga sedang punya permasalahan lain yang tak kalah rumit.
- Negara-negara tetangga lainnya juga sudah penuh menampung pengungsi Suriah. Berdasarkan data UNHCR negara seperti Turki sudah menangani 1,805,255 juta pengungsi. Lebanon 1,172,753 juta pengungsi. Jordan 629,128 ribu, Mesir 132,375 ribu.
- Negara-negara kawasan Arab Teluk atas pertimbangan demografi yang tidak terlalu banyak, mengkhawatirkan dampak dari kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan antara penduduk asli dengan pengungsi apabila membuka secara bebas. Negara-negara monarki konstitusional, seperti Bahrain, Maroko, dan lainnya mempertimbangkan potensi perubahan komposisi anggota parlemennya.
- Sementara Arab Saudi, perlu diklarifikasi bahwa berita yang menyudutkan pemerintahnya tidak peduli dengan pengungsi tidak sepenuhnya benar. Sebab faktanya terdapat lebih dari 500.000 warga Suriah telah masuk Saudi sejak meletusnya revolusi di Suriah, sejak 5 tahun lalu hingga sekarang. Mereka tidak tercatat UNHCR sebagai pengungsi, karena sudah diberikan iqomah izin tinggal dan kerja di Saudi. Sebelum tahun 2011, warga Suriah yang tinggal di Saudi berjumlah 250.000 jiwa. Kini pada tahun 2015 berjumlah 750.000 jiwa. Ditambah lagi sekitar 100,000 pelajar Suriah yang diizinkan bergabung di sekolah-sekolah Saudi secara gratis. Ditambah lagi kemudahan bagi warga Suriah yang mukim di Saudi untuk mendatangkan keluarganya ke Saudi. Termasuk juga dukungan dana ke beberapa kamp pengungsi di Lebanon dan Jordan, dua negara yang tercatat sebagai negara dengan pembiayaan tertinggi per-pengungsi.
Faktor Penariknya:
- Negara-negara Eropa -dipelopori Jerman- sebagian besarnya telah menyatakan siap membuka pintu seluas-luasnya kepada pengungsi. Kondisi negara-negara dengan iklim demokrasi -bukan otoritarian yang menegangkan seperti negara mereka, serta peluang kesejahteraan hidup yang ada adalah faktor penarik.
Jerman mempelopori sikap Eropa, hingga pada 11 September 2015 -saat program TV One kemarin- melangsungkan pertemuan dengan pimpinan Eropa lainnya di Praha. Inipun, punya alasan lain. Di tengah industrialisasi yang terus dilangsungkan, Jerman punya kekhawatiran terhadap krisis defisit demografi tahun 2050. Oleh karenanya, peluang menyerap buruh dari para pengungsi Suriah juga menjadi pertimbangan. Inipula yang membuat Perancis, Italia, Spanyol, dan beberapa negara lainnya. Faktor seruan Paus Francis juga menjadi pendorong sikap kultural warga negara Eropa. Meskipun, kendala bahasa, perbedaan budaya, serta permasalahan lainnya juga mereka sadari perlu diantisipasi. Itulah sebabnya, sebagian isu sensitif yang berkembang menjadi wacana di negara-negara Eropa, seperti perpindahan agama dalam rangka penerimaan sosial di negara-negara Eropa tersebut. Namun, seiring dengan dialog antar budaya, kesepahaman insyaAllah akan menemukan jalan yang lebih bijaksana bagi para pengambil kebijakan di Eropa.
Yang pasti, kita dapat terus memantau implementasi dari burden-sharing di negara-negara tujuan. Kita berharap para pemimpin negara dunia tetap mengutamakan aspek kemanusiaan, serta perlunya isu ini dibahas secara komprehensif di negara-negara lain di dunia, baik negara transit atau negara tujuan. Misalnya, ketika Australia menjadi negara tujuan, maka Indonesia sebagai negara transit juga perlu bersiap dengan dampaknya.
Burden Sharing ini artinya beban, agar ada kerjaama di antara negara-negara supaya penanganan pengungsi lebih maksimal. Misalnya distribusi jumlah pengungsi ke berabgai negara, atau negara-negara kaya memberikan bantuan finansial bagi negara berkembang atau negara miskin yang menjadi tempat penampungan pengungsi.
Contoh: ketika Yunani bersepakat menerima pengungsi Suriah, maka Jerman dan negara-negara maju harus memberikan bantuan finansial sehingga keberadaan pengungsi tidak menjadi beban tambahan bagi Yunani yang sedang collaps.
Contoh lain, juga perlu diperlakukan kepada Turki. Jumlah pengungsi Suriah di Turki sudah terlalu banyak (1,8 juta orang), harusnya sebagian dari mereka bisa dipindahkan ke negara lain, atau negara-negara Teluk dan negara-negara kaya lainnya memberikan bantuan kepada Turki, sehingga pengungsi bisa ditangani dengan lebih baik.
Maka, dalam konteks Uni Eropa sebagai pihak pada Refugee Convention dapat melakukan opsi-opsi:
- Pembagian kuota dari 160.000 pengungsi Suriah, hal tersebut semisal permintaan RI, Malaysia, dan Thailand ketika membahas pengungsi Rohingya.
- Membuka pintu seluas-luasnya kepada pengungsi.
- Memproses dengan cepat peralihan status mereka sebagai pengungsi.
- Meminta PBB menjaga keamanan kamp-kamp pengungsi Suriah.
Semoga bermanfaat.
Post a Comment