MOS Kreatif untuk Pendidikan Kreatif

Ilustrasi. (majalahouch.com)

Pandangan pertama itu penting tapi belum tentu benar. Mungkin itulah yang tepat menggambarkan penyambutan siswa baru yang sudah jadi tradisi setiap tahun. Acara yang riuh dengan berbagai atribut unik disertai dengan berbagai peraturan dan hukuman yang membebani junior oleh seniornya kemudian disebut dengan Masa Orientasi Siswa (MOS). Awal masuk siswa pertama mustinya menjadi awal yang menyenangkan. Dengan semangat baru menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Alih alih mendapat sambutan yang meriah dan menyenangkan siswa justru disambut dengan perploncoan. Barang kali sudah jadi tradisi dari tahun ke tahun sehingga acara itu menjadi begitu “kreatif” dalam menganiaya siswa baru.

Hasil dari orientasi yang demikian pantaslah menjadi kenangan buruk bagi siswa, kenangan yang kemudian diwariskan pada junior selanjutnya. Dan selama menjadi siswa seolah terpenjara sampai sampai kelulusan dirayakan dengan meriah. Seolah menyatakan telah bebas dari dunia pendidikan yang sudah dari awal kenalan teramat menyakitkan. Dan selesainya menjadi amat dinantikan.

Tidak ada sambutan terhadap siswa baru yang lebih “kreatif” dibanding di Indonesia. Ambil contoh dengan tas slempang dari karung, topi kardus, papan nama sesuai jukukan dan dilengkapi dengan tugas yang seabrek. Senior telah begitu “kreatif” mengembangkan tugas tugas yang mustinya sederhana menjadi kreasi siswa junior di awal masuk sekolah. Sayangnya kreatif dalam masa orientasi siswa ini justru minim terlihat dalam dunia pendidikan. Setelah selesai dengan orientasi maka semua akan jadi biasa. “Aku masih seperti yang dulu” tidak ada sentuhan kreatif dalam kegiatan pembelajaran.

Pendidikan yang bertujuan untuk memanusiakan manusia mustinya dapat memberikan bekal yang cukup bagi peserta didik setelah selesai menempuh jenjang pendidikan, membekali peserta didik dengan kemampuan untuk dapat survive dalam hidupnya kemudian. Tidak hanya dengan pengetahuan yang sekedar dihafalkan untuk kemudian dapat lulus dalam ujian nasional. Tapi juga dengan kreativitas. Karena betapapun kaya Bangsa Indonesia ini masih sangat dibutuhkan jiwa kreatif untuk mengolahnya. Sederhananya sekalipun memiliki kebun pisang tapi tanpa dapat mengolah menjadi keripik pisang, maka pisang hanya akan dijual tanpa diolah dan terpaksa membeli olahan berupa kripik yang mustinya dapat diolah sendiri dengan sedikit sentuhan kreatif. Pendidikan kreatif juga akan membiasakan siswa berani membuat inovasi dan trobosan dalam berbagai persoalan yang dihadapi. Dikombinasikan dengan bimbingan yang tepat dari guru, maka kreativitas siswa akan dapat menjadi ketrampilan yang bermanfaat dimasa depan. MOS yang identik dengan perploncoan perlu dihapuskan. Disalurkan dengan orientasi yang kreatif tanpa plonco. Sehingga sedari awal masuk siswa akan terkesan bahwa pendidikan menyenangkan penuh dengan kreativitas. Dan akan lulus dengan rasa duka. Karena telah lewat masa paling bahagia. Masa sekolah.

Sumber : dakwatuna.com

No comments

Powered by Blogger.