Petral Bubar, ISC Jadi Rumah Baru Mafia Migas?

Pemerintah Jokowi-JK akhirnya membubarkan PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Sebagai gantinnya seluruh aktivitas bisnis Petral diambil oleh peran Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina yang merupakan salah satu rekomendasi dari Satgas Antimafia pimpinan Faisal Basri. Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (Migas) atau Satgas Antimafia migas yang diketuai oleh Fasial Basri juga dibubarkan, karena masa kerjnya 6 bulan telah selesai dan tidak diperpanjang.

ISC sendiri bukanlah produk baru dalam tata kelola migas. Kepada direksi Pertamina, Faisal meminta supaya karyawan ISC turut ”dibersihkan” sampai level bawah. ”Kepada Pak Dwi (Dirut Pertamina), ISC yang di bawah bawah juga harus ‘dibersihkan’,” ujarnya.

Jelas bahwa sekarang Pertamina yang berkuasa dan menjadi “pemain tunggal” karena semua aktivitas yang semula “dimandatkan” ke Petral sudah dikendalikan sepenuhnya oleh Pertamina seiring dengan dibubarkannya anak perusahaan Pertamina yang ditengarai menjadi sarang mafia migas.

Sejak awal tahun ini, PT Pertamina (Persero) telah mengambil alih peran bisnis PT Petral yakni impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah. Pasca mengambil alih peran Petral, Pertamina mengklaim sudah berhasil menghemat aktivitas pembelian BBM impor hingga 22 juta dolar AS. Dalam 2-3 bulan efisiensi 22 juta dolar AS (dengan kurs Rp 13.000 sama dengan Rp 286 miliar).

Meskipun ISC bukan barang baru, namun sebagian kalangan menilai ISC tak ada bedanya dengan Petral, para mafia migas tetap saja bisa beraksi dengan hanya “ganti baju” saja.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman meminta ISC mesti diwaspadai. ”ISC perlu diwaspadai agar tidak berkesan ganti baju.” Menurut Erwin, pembubaran Petral adalah langkah yang tepat. Sejak lama Petral menjadi sarang mafia migas dan bancakan elite politik. 

Pertamina menjamin ISC bukan lembaga untuk “baju baru” atau “rumah baru” untuk mafia migas. Jaminan itu untuk menjawab peran ISC Pertamina yang diberi fungsi sepenuhnya dalam mengelola migas menyangkut ekspor dan impor minyak mentah dan produk kilang. Dirut Pertamina Dwi Soetjipto menerangkan proses likuidasi Petral sudah berjalan sejak 13 Mei. ”Kalau kontrak sudah ada, kita akan me-review, kalau perlu renegosiasi,” jelasnya. Adapun penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM yang dilakukan ISC merupakan rekomendasi/permintaan Satgas Antimafia.

Kecurigaan terhadap ISC pun bukan tanpa alasan, sebelum Petral dibubarkan, tender ISC sudah dimulai dan tender pertama dinilai lebih buruk dari Petral. Direktur Eksekutif Indonesia Energy Watch Syarief Rahman Wenno menuduh proses tender perdana ‘crude oil’ ISC Pertamina pada tanggal 27 Januari berlangung tertutup, publik sama sekali tidak mengetahui proses tender yang diadakan oleh ISC pertamina tersebut. Tender pengadaan minyak itu sendiri untuk memenuhi kebetuhan minyak dalam negeri. (Baca: Akibat Tidak Transparan, ISC Diperika Bareskrim)

Ada dua jenis minyak mentah yang ditenderkan ISC Pertamina, yaitu dari Qua Iboe/bonny light-Nigeria dan Azeri-Azrbaijan berkisar 4 juta barel, dan yang bikin miris ialah dari informasi yang berkembang peserta tender yang bukan NOC dimenangkan meski tidak memiliki penawaran terendah.

Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang diputuskan Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang dikomandoi oleh ekonom Faisal Basri yang justru menekankan pada aspek transparansi pengelolaan migas dan sangat tidak menyentuh subtansi permasalahan tata kelola minyak dan gas bumi Indonesia.

Seperti yang kami duga sebelumnya, salah satu poin rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang memangkas kewenangan Petral dan mengalihkannya dari Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) ke Integrated Supply Chain (ISC), terkait pengalihan peran impor crude oli dan BBM hanya sebuah kamuflase dan akal-akalan semata. Ada kejanggalan dalam proses tender impor minyak mentah ISC-Pertamina. Sebab tender tersebut dimenangkan oleh trader yang bukan National Oil Company (NOC), bahkan trader itu tidak mengajukan penawaran harga terendah. (Baca selengkapnyaTender Minyak ISC Lebih Buruk Dari Petral)

Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) Binsar Effendi Hutabarat bahkan mengaku berang terhadap unit usaha PT Pertamina (Persero) yakni ISC yang melaksanakan tender liquefied petroleum gas (LPG) tanpa dibarengi dengan transparansi bahkan menabrak prosedur baku yang sudah mengaturnya. “Untuk itu, kami mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dan memeriksa VP ISC-Pertamina, Daniel Purba yang sejak awalnya memang terus kami pantau kinerjanya,” kata Binsar kepada Aktual di Jakarta, Kamis (7/5). (Baca: Daniel Purba Perlu Diperiksa)

Berdasarkan data yang ada, tender perdana ‘crude oil’ ISC Pertamina pada tanggal 27 Januari berlangung tertutup, lalu pada 23 Februari 2015, unit usaha PT Pertamina ISC juga mengundang tender LPG yang terdiri atas Butane dan Propane untuk loading bulan April 2015 dengan spot total 44.000 mt. ISC-Pertamina menunjuk Total sebagai pemenang tender yang jelas melakukan pricing untuk bulan Maret yang seharusnya bulan April 2015.

ISC-Pertamina dengan Vice President (VP) Daniel Purba telah memenuhi delik korupsi berdasarkan Undang-undang karena perbuatan melawan hukum, memilih pemenang tender LPG tidak berdasarkan TOR yang diumumkan sebelumnya. Selain itu, Perusahaan dan negara mengalami kerugian sekurang-kurangnya USD400.000 atau setara Rp5,2 miliar.

Nah, kalau sudah begini apa pembubaran Petral menjamin bahwa mafia migas sudah benar-benar mati dan korupsi tidak ada lagi di “lingkaran” Pertamina?

Kalau masyarakat kecil hanya berharap, harga BBM tidak naik-turun jlag-jlog seperti penumpang angkot, dan yang tidak kalah penting lagi, Pertamina jangan “mencla-mencle”, kemarin bilang naik, eh sekarang dibatalkan.

No comments

Powered by Blogger.