Langgam Jawa Bacaan Al-Quran di Istana Negara & Upaya Deislamisasi
Deislamisasi itu sungguh terang, seterang mentari pagi ini. Maka, silakan siapa saja menyangkal. Karena warna daun pisang akan tetap hijau walau semua pendukung Jokowi menyebutnya merah.
Nama dan istilah-istilah Arab tak dikehendaki. Konon karena tidak mengindonesia dan tidak mudah dipahami. Berbagai situs Islam sempat diblokir. Konon karena menyebarkan radikalisme. Kini, pada acara PHBI resmi negara melantunkan bacaan Al Qur`an dengan langgam yang tidak dikenal sebelumnya.
[Pada acara perayaan Isra Mi'raj di Istana Negara (Jumat, 15/5/2015), bacaan Al-Quran yang dibawakan dengan langgam jawa. Lihat video KLIK INI]
Baiklah, bahwa model keislaman Indonesia itu memang mempunyai kekhasan yang berbeda dengan asal Islam itu sendiri, Tanah Arab. Tapi, bukan berarti kita juga harus secara radikal melakukan rekonstruksi terhadap agama ini.
Bahwa kita tidak harus memakai jubah dan abaya sebagaimana muslimin dan muslimat di Arab, silakan! Bahwa kita tidak wajib belajar bahasa Arab, karena bangsa kita merasa bahasa Inggris lebih dibutuhkan, silakan! Bahwa nama-nama orang Indonesia tidak harus Yusuf, Muhammad, Musthafa dan nama-nama Arab lainnya, karena nama Joko, Widodo, Rini, Wati memang lebih njawani, silakan!
Tapi, ketika bacaan Al Qur`an dengan sadar dan sengaja dijauhkan dari bacaan yang semestinya. Ini mah sungguh terlalu! Ini sudah mengancam pakem Islam yang harusnya dijaga kokoh oleh negara yang berpendudukkan muslim terbesar di dunia.
Kita harus menjaga kearifan lokal. Kita harus melestarikan sini, budaya dan adat istiadat kita. Kita harus membentenginya dari berbagai upaya merobohkannya, termasuk yang diatasnamakan agama sekalipun! Tapi, bukan berarti kita juga dibenarkan menggunakan seni dan budaya itu untuk merusak pakem agama yang dianut mayoritas saudara kita.
(Abrar Rifai)
_
catatan: Menurut Ustadz Toha Husain al-hafidz, murid Imam Masjidil Haram Syaikh Su’ud Ash Shuraim di Purwokerto, ada 3 kesalahan dalam membaca Qur'an dengan lagu dandanggulo [Jawa]:
1. Kesalahan tajwid. maadnya dipaksa ikuti kebutuhan lagu.
2. Kesalahan logat. Alquran harus diucapkan dengan logat Arab. Biasanya dengan qiraat sab'ah atau qiraat asyrah.
3. Kesalahan takalluf. Memaksakan untuk meniru lagu yang tak lazim untuk Qur'an.
فقد روى الترمذي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: اقرءوا القرآن بلحون العرب وأصواتها، وإياكم ولحون أهل الكتاب والفسق، فإنه سيجيء بعدي أقوام يرجعون بالقرآن ترجيع الغناء والنوح لا يجاوز حناجرهم، مفتونة قلوبهم وقلوب الذين يعجبهم شأنهم
Rasulullah SAW bersabda: "Bacalah Alquran dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama ahlkitab dan orang orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku membaca Alquran seperti menyanyi dan melenguh, tidak melampau tenggorokan mereka. Hati mereka tertimpa fitnah, juga hati orang yang mengaguminya." (HR. Tirmidzi)
***
Terlepas shahih atau dhaifnya hadits tentang membaca Al-Qur'an dengan menggunakan langgam non Arab, terlepas boleh atau tidaknya membaca Al-Qur'an dengan irama selain Arab, apakah negara kita sudah kehabisan qari' yang bisa membaca Al-Qur'an dengan langgam Arab? Dengan gaya bahasa aslinya? Hingga dalam forum resmi kenegaraan harus mengambil pilihan bacaannya yang seperti itu?
Mari kita berterus terang saja, apa yang kita inginkan sebenarnya?
Fitnahan yang bersiweleran di tengah umat ini sudah terlalu banyak. Jangan ditambahkan lagi.
Apakah itu yang dinamakan Islam Nusantara, yang bukan transnasional?
Semoga tidak ada orang dari kampungku yang berkeinginan pula menciptakan bacaan Al-Qur'an dengan langgam Saluang Minang atau Rabab Pesisir. Juga teman-teman dari daerah lain, jangan sampai terbetik di dalam hatinya mengarang irama Al-Qur'an sesuai budaya daerahnya masing-masing.
Ya Allah, kenapa negaraku semakin aneh?
(Zulfi Akmal)
Post a Comment