KPK Didesak Ungkap 83 Wartawan Penerima Suap ESDM
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mendesak jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk membuka identitas 83 wartawan yang diduga menerima suap dari Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam dakwaan bekas Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno, kini menjadi terdakwa kasus korupsi di kementerian tersebut, belum disebut dengan jelas nama jurnalis dan medianya.
“Suap disebut diberikan kepada 83 wartawan, tanpa perincian nama. Membuka nama-nama mereka ke publik akan memberikan efek jera bagi jurnalis yang diduga menerima suap,” kata Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim di Jakarta, Sabtu (9/5/2015) lalu seperti dilansir Okezone.
Dalam surat dakwaan Waryono yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 7 Mei 2015, JPU Umum KPK menyatakan Waryono pada Desember 2011- Desember 2012, antara lain, memerintahkan anak buahnya memberikan uang kepada 83 jurnalis, dengan total Rp53,95 juta.
Masing-masing jurnalis mendapat Rp650 ribu. Uang suap tersebut berasal dari dana ilegal yang dikumpulkan oleh Waryono dan anak buahnya dari Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi 2012.
“Kami juga meminta jaksa dan hakim untuk menghadirkan 83 jurnalis tersebut sebagai saksi di pengadilan,” tandasnya.
Jurnalis yang menerima suap dinilai melanggar Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal ini menyatakan setiap wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik.
Salah satu kode yang sangat penting, Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik, menyebutkan jurnalis Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran pasal tersebut, yang dimaksud menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
“Adapun suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi jurnalis,” jelasnya.
Dengan kata lain, jurnalis yang menerima suap telah merusak independensinya dalam memberitakan hal-hal penting bagi publik. Jika kelak terbukti di pengadilan, jurnalis yang menerima suap tersebut telah menabrak UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers.
“Kasus ini patut menjadi pelajaran bagi jurnalis Suap kepada jurnalis juga mengancam kebebasan pers karena menjadikan jurnalis cenderung tidak independen saat melakukan kegiatan jurnalistik,” katanya.
Post a Comment