[Lanjutan] Wartawan ANTV Ungkap Dagelan Densus 88 atas Penangkapan Terduga ISIS
Dalam tulisan sebelumnya (KLIK INI), Hanibal Wijayanta, wartawan dan Produser Eksekutif Andalas Televisi (ANTV), mengungkap dagelan operasi aparat Densus 88 Mabes Polri dalam penangkapan terduga teroris.
Lewat akun facebooknya, hari ini (Jumat, 27/3/2105), Hanibal Wijayanta kembali melanjutkan hasil investigasinya atas kasus "16 WNI yang ke Suriah Bergabung ISIS". Ternyata mereka hanyalah ibu-ibu dan anak-anak. Simak selengkapnya penuturan Hanibal Wijayanta:
***
Berikut tulisan saya sebagai kelanjutan dan kelengkapan tulisan saya di status kemarin... Monggo silakan bagi yang berminat untuk mendalami...
===
"Ketika Musim Proyek Baru Tiba"
Polisi masih bersikukuh untuk menahan 12 WNI yang baru saja dideportasi dari Turki. Padahal tak undang-undang yang bisa dipakai untuk menjerat mereka.
Acara penyambutan Warga Negara Indonesia yang dideportasi dari Turki dalam sebuah konferensi pers di Bandara Soekarno Hatta tadi malam, Kamis 26 Maret 2016, akhirnya dibatalkan lagi. Semula dikabarkan WNI yang dideportasi itu berjumlah 16 orang. Namun ternyata, mereka hanya berjumlah 12 orang. Karena acara konferensi pers dibatalkan, dua minibus yang dipakai untuk membawa kedua belas orang itu dari National Traffic Management Centre (NTMC) Mabes Polri menuju Bandara Soekarno Hatta, akhirnya kembali lagi ke Jakarta, dan kemudian menuju Markas Besar Brigade Mobile Kelapa Dua, Depok.
Berdasarkan informasi yang didapat ANTV, dua belas orang yang dikabarkan “akan tiba di Bandara Soekarno Hatta” tadi malam ini sebenarnya sudah tiba sehari sebelumnya. Semula, Mabes Polri dan Interpol Indonesia akan mengumumkan keberhasilan mereka menjemput “para anggota ISIS” itu dalam sebuah konferensi pers yang mereka selenggarakan. Tapi Kementerian Luar Negeri Indonesia memprotes karena merasa tidak dihargai kontribusinya. Sebab, Kementerian Luar Negeri merasa ikut membantu negosiasi untuk melepaskan warga Indonesia itu.
Karena mendapat protes keras, Mabes Polri dan Interpol Indonesia akhirnya mengurungkan rencana konferensi pers mereka. Kedua belas orang yang terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak itu kemudian diangkut dan diinapkan ke National Traffic Management Centre (NTMC) Mabes Polri di jalan MT Haryono. “Skenarionya nanti (Kamis malam) mereka seolah baru datang pukul 19.30, dan kemudian digelar konferensi pers bersama di Bandara Sokarno Hatta,” kata sumber di Mabes Polri tadi.
Puluhan wartawan semalam sudah menunggu kedatangan warga negara Indonesia yang dideportasi dari Turki itu, di Bandara Soekarno Hatta. Beberapa Satelitte News Gathering (SNG) juga sudah dipasang di pintu kedatangan Terminal II gate D, namun tak ada satu pun yang mendapat gambar video. Sebab, para wartawan dilarang mendekat pintu keluar II D. Tim liputan ANTV yang mencoba menghubungi petugas pun tak diizinkan masuk apalagi mendekati “lokasi pendaratan”. “Wah, saya bisa dimarahin, Mas…,” ujarnya kepada tim liputan ANTV.
Tadi malam, tak ada satupun pejabat Humas Kepolisian yang bisa dihubungi tim Liputan ANTV, untuk memastikan apakah para wartawan bisa masuk ke Terminal II D, agar dapat meliput kedatangan ke-12 warga Indonesia yang dideportasi dari Turki itu. Begitu pula para pejabat Detasemen Khusus 88 maupun Interpol Indonesia, yang biasanya gampang dikontak tim liputan. Entah mengapa tadi malam semua nomor mereka tidak bisa dihubungi.
Tim liputan ANTV mendapatkan info dari seorang aparat kepolisian di Bandara Soekarno Hatta, bahwa pembatalan acara konferensi pers disebabkan karena sebagian besar dari orang-orang yang dipulangkan itu masih berusia kanak-kanak, "Sehingga kemungkinan bakal sulit 'dikondisikan' kalau ditanyai para wartawan...," ujar polisi itu. Namun, seorang perwira menengah di Mabes Polri mengatakan, konferensi pers dibatalkan setelah Kementerian Luar Negeri kembali memprotes rencana itu. “Alasannya, karena mereka terdiri dari wanita dan anak-anak yang belum terbukti terlibat sebagai anggota ISIS,” ujarnya tadi pagi.
Media massa kemudian banyak yang mengutip keterangan aparat yang ada di Bandara, bahwa kedua belas orang itu keluar dari Bandara Soekarno Hatta lewat markas Pemadam Kebakaran pada pukul 21.00 WIB. Metro TV misalnya http://news.metrotvnews.com/read/2015/03/26/377213/12-wni-terduga-isis-dari-turki-tiba-di-indonesia. Padahal, sebelum sampai di Terminal II D pada pukul 19.30, Tim Liputan ANTV justru sempat berpapasan dengan rombongan dua minibus yang dikawal ketat polisi itu di pintu keluar Bandara Soekarno Hatta pada pukul 19.00.
Pagi tadi, Kepala Humas Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Agus Riyanto memastikan bahwa 12 WNI itu tiba di Indonesia malam tadi. Mereka kemudian langsung dibawa di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, untuk diperiksa. “Siapa yang bilang, itu tidak benar. Baru tadi malam datang dan mereka langsung dibawa ke Mako Brimob,” ujar Agus Riyanto di kantornya, Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan, Jumat 27 Maret 2015.
Sumber ANTV membenarkan bahwa tadi malam ke-12 orang itu langsung dibawa ke Mako Brimob. Tapi lagi-lagi langkah ini diprotes karena ibu-ibu dan anak-anak itu tidak bisa dijerat dengan pasal terorisme, sehingga harus ditahan di Mako Brimob. Bahkan tak hanya Kementerian Luar Negeri saja yang protes, Komnas HAM pun ikut turun tangan. Karena itu, menurut sumber ANTV, tadi pagi ke-12 orang itu dibawa lagi ke NTMC. “Masak ibu-ibu dan anak-anak mau dihadapi pakai Densus. Berlebihan!,” kata Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani.
Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombespol Rikwanto, 12 warga Indonesia itu, terus dimintai keterangan terkait dengan keberangkatan mereka ke Timur Tengah. “Setelah diperiksa hari ini atau besok mereka akan dilimpahkan ke rumah sosial Bambu Apus, sebelum dikembalikan ke keluarga mereka di jawa Timur,” ujarnya. Tapi menurut Komnas HAM, ke-12 orang itu harus segera dibebaskan. “Lah wong mereka nggak salah kok, mereka kena pasal apa?” kata Siane.
Lagi-lagi tampak jelas bahwa proyek baru berjudul “Penanggulangan ISIS” ini masih membuat aparat kikuk. Sebab, menurut seorang perwira berbintang satu di Mabes Polri, polisi sebenarnya juga masih bingung harus memakai undang-undang apa untuk menjerat orang-orang yang baru datang dari Suriah. Polisi dan BNPT memang sudah meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perpu larangan ke daerah konflik, tapi Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung menolaknya... "Cukup undang-undang yang ada saja. Teroris kan selama dia berbuat jahat siapa saja harus dihukum. Tidak perlu pakai Perppu," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (26/3/2015).
Nah…
Hanibal W Y Wijayanta
(Sumber: https://www.facebook.com/notes/10152786948608543/)
Post a Comment