Jabung, Kampung Jawara di Lampung Timur, Begal sejak Tahun 70-an
LAMPUNG
TIMUR - Nama Kecamatan Jabung di Kabupaten
Lampung Timur sebagai daerah 'penghasil' begal, tidak terbentuk dalam satu atau
dua hari. Berawal dari nyali tinggi dan tradisi ilmu kebatinan, kecamatan itu
dahulu kala dikenal sebagai kampung jawara.
“Sejak dulu
orang Jabung terkenal tukang bikin ribut. Kalau bacok-bacokan sampai mati,”
kata Kepala Desa Negara Bathin, Zulkifli, saat menyusuri perkampungan di
Lampung Timur ini, seperti dilansir Tempo, Selasa
(10/3/2015).
Menurut
Zulkifli, saat dirinya kecil, dia sempat menjadi saksi mata terhadap kesaktian
para leluhurnya. Cerita seseorang yang kebal bacok, bisa melompat sungai
selebar sepuluh meter, hingga menghilang dari satu tempat ke tempat lainnya tak
jarang ia temukan.
“Tapi kalau
sekarang kan orang sudah serba canggih. Mau ke kota tinggal naik motor, mau
menyebrang sudah ada jembatan, kalau orang zaman dulu adalah wajar punya ilmu
seperti itu,” ujarnya.
Tak hanya
soal kesaktian, masyarakat Jabung juga terkenal memiliki nyali tinggi. Adu
sakti menjadi menu utama masyarakat disini untuk mempertaruhkan pi’il – istilah
masyarakat Lampung untuk menyebut kehormatan dan
harga diri. Menumbangkan lawan yang
disebut memiliki kesaktian menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat
Jabung.
“Kalau ada
orang yang dibilang jago, memang sukanya menantang. Mau ngetes sampai sejago
apa orang itu,” ujar pria berusia 43 tahun itu.
Seorang
warga kampung yang enggan disebutkan namanya mengatakan, predikat kampung begal
bagi warga Jabung sudah melekat sejak akhir 1970-an. Menurut dia, pembegalan
dan perampokan di kampung ini mulai marak sejak 1977. Para perampok dan
pembegal biasanya mengincar para saudagar di Pasar Negara Bathin.
“Karena yang
banyak duitnya itu kan biasanya pedagang. Kalau petani seperti kami ini mana
ada duitnya,” kata Zulkifli.
Akibat
maraknya pembegalan itu, pasar yang dulu cukup ramai itu pun kini tutup dan tak
lagi berbekas. Satu persatu, para pedagang pasar yang rata-rata bersuku Jawa
dan Padang meninggalkan pasar dan pindah ke kampung lain yang lebih aman.
Kini
masyarakat Negara Bathin pun kesulitan untuk membeli kebutuhan pokok
sehari-hari. Pasar terdekat dari kampung ini berjarak sekitar sepuluh kilometer
di Desa Adirejo atau di Desa Way Mili yang berjarak 12 kilometer.
Zulkifli
membenarkan cerita soal tutupnya pasar di Desa Negara Saka itu. Namun, menurut
dia, hal tersebut terjadi lebih karena masyarakat Jabung pada umumnya bisa
memenuhi kebutuhannya sendiri dari hasil ladangnya masing-masing. Bukan karena
maraknya pembegalan.
"Beras
enggak beli, mau sayur daun singkong tinggal petik, mau daun pepaya tinggal
petik, mau ikan tinggal memancing. Makanya pasarnya enggak laku,” ujar
Zulkifli. (*)
Post a Comment